Saiful Ma'ruf

DAFTAR ISI

Bab 1 Keikhlasan Dan Menghadirkan Niat Dalam Segala Perbuatan, Ucapan Dan Keadaan Yang Nyata Dan Yang Samar
Bab 2 Taubat
Bab 3 Sabar
Bab 4 Kebenaran
Bab 5 Muraqabah (Pengintaian)
Bab 6 Ketaqwaan
Bab 7 Yakin Dan Tawakkal
Bab 8 Bertindak Lurus
Bab 9 Memikir-mikirkan Keagungan Makhluk-makhluk Allah Ta'ala Dan Rusaknya Dunia Dan Kesukaran-kesukaran Di Akhirat Dan Perkara Yang Lain-lain Di Dunia Dan Akhirat Serta Keteledoran Jiwa, Juga Mendidiknya Dan Mengajaknya Untuk Bersikap Istiqamah


Bab 1
Keikhlasan Dan Menghadhirkan Niat Dalam Segala Perbuatan, Ucapan Dan Keadaan Yang Nyata Dan Yang Samar.

Allah Ta'ala berfirman: "Dan tidaklah mereka itu diperintahkan melainkan supaya sama menyembah Allah, dengan tulus ikhlas menjalankan agama untuk-Nya semata-mata, berdiri Lurus dan menegakkan shalat serta menunaikan zakat dan yang sedemikian itulah agama yang benar." (al-Bayyinah: 5). Allah Ta'ala berfirman pula: "Samasekali tidak akan sampai kepada Allah daging-daging dan darah-darah binatang kurban itu, tetapi akan sampailah padaNya ketaqwaan dan engkau sekalian." 1 (al-Haj: 37). Allah Ta'ala berfirman pula:"Katakanlah - wahai Muhammad,sekalipun engkau semua sembunyikan apa-apa yang ada di dalam hatimu ataupun engkau sekalian tampakkan, pasti diketahui juga oleh Allah." (ali-lmran: 29) (Orang-orang di zaman Jahiliyah dulu jika menginginkan atau mengharapkan keridhaan Tuhan, mereka sembelihlah unta sebagai kurban, lalu darah unta itu disapukan pada dinding Baitullah atau Ka'bah. Kaum Muslimin hendak meniru perbualan mereka itu, lalu turunlah ayat sebagaimana di atas.)

1. Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib Al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda 3: "Hanyasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan hanyasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehinya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu."(Muttafaq (disepakati) atas keshahihannya Hadis ini) Diriwayatkan oleh dua orang imam ahli Hadis yaitu Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Almughirah bin Bardizbah Alju'fi Albukhari, - lazim disingkat dengan Bukhari saja -dan Abulhusain Muslim bin Alhajjaj bin Muslim Alqusyairi Annaisaburi, -lazim disingkat dengan Muslim saja - radhiallahu 'anhuma dalam kedua kitab masing- masing yang keduanya itu adalah seshahih-shahihnya kitab Hadis yang dikarangkan. Keterangan: Hadis di atas adalah berhubungan erat dengan persoalan niat. Rasulullah s.a.w. menyabdakannya itu ialah kerana di antara para sahabat Nabi s.a.w. sewaktu mengikuti untuk berhijrah dari Makkah ke Madinah, semata-mata sebab terpikat oleh seorang wanita yakni Ummu Qais. Beliau s.a.w. mengetahui maksud orang itu, lalu bersabda sebagaimana di atas. Oleh kerana orang itu memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan maksud yang terkandung dalam hatinya, meskipun sedemikian itu boleh saja, tetapi sebenarnya tidak patut sekali sebab saat itu sedang dalam suasana yang amat genting dan rumit, maka ditegurlah secara terang-terangan oleh Rasulullah s.a.w. Bayangkanlah, betapa anehnya orang yang berhijrah dengan tujuan memburu wanita yang ingin dikawin, sedang sahabat beliau s.a.w. yang lain-lain dengan tujuan menghindarkan diri dari amarah kaum kafir dan musyrik yang masih tetap berkuasa di Makkah, hanya untuk kepentingan penyebaran agama dan keluhuran Kalimatullah. Bukankah tingkah-laku manusia sedemikian itu tidak patut sama-sekali. Jadi oleh sebab niatnya sudah keliru, maka pahala hijrahnyapun kosong. Lain sekali dengan sahabat-sahabat beliau s.a.w. yang dengan keikhlasan hati bersusah payah menempuh jarak yang demikian jauhnya untuk menyelamatkan keyakinan kalbunya, pahalanyapun besar sekali kerana hijrahnya memang dimaksudkan untuk mengharapkan keridhaan Allah dan RasulNya. Sekalipun datangnya Hadis itu mula-mula tertuju pada manusia yang salah niatnya ketika ia mengikuti hijrah, tetapi sifatnya adalah umum. Para imam mujtahidin berpendapat bahwa sesuatu amal itu dapat sah dan diterima serta dapat dianggap sempurna apabila disertai niat. Niat itu ialah sengaja yang disembunyikan dalam hati, ialah seperti ketika mengambil air sembahyang atau wudhu', mandi shalat dan lain-lain sebagainya. Perlu pula kita maklumi bahwa barangsiapa berniat mengerjakan suatu amalan yang bersangkutan dengan ketaatan kepada Allah ia mendapatkan pahala. Demikian pula jikalau seseorang itu berniat hendak melakukan sesuatu yang baik, tetapi tidak jadi dilakukan, maka dalam hal ini orang itupun tetap juga menerima pahala. Ini berdasarkan Hadis yang berbunyi: "Niat seseorang itu lebih baik daripada amalannya." Maksudnya: Berniatkan sesuatu yang tidak jadi dilakukan sebab adanya halangan yang tidak dapat dihindarkan itu adalah lebih baik daripada sesuatu kelakuan yang benar-benar dilaksanakan, tetapi tanpa disertai niat apa-apa. Hanya saja dalam menetapkan wajibnya niat atau tidaknya,agar amalan itu menjadi sah, maka ada perselisihan pendapat para imam mujtahidin. Imam-imam Syafi'i,Maliki dan Hanbali mewaibkan niat itu dalam segala amalan, baik yang berupa wasilah yakni perantaraan seperti wudhu', tayammum dan mandi wajib, atau dalam amalan yang berupa maqshad (tujuan) seperti shalat, puasa, zakat, haji dan umrah. Tetapi imam Hanafi hanya mewajibkan adanya niat itu dalam amalan yang berupa maqshad atau tujuan saja sedang dalam amalan yang berupa wasilah atau perantaraan tidak diwajibkan dan sudah dianggap sah. Adapun dalam amalan yang berdiri sendiri, maka semua imam mujtahidin sependapat tidak perlunya niat itu, misalnya dalam membaca al-Quran, menghilangkan najis dan lain-lain. Selanjutnya dalam amalan yang hukumnya mubah atau jawaz (yakni yang boleh dilakukan dan boleh pula tidak), seperti makan-minum, maka jika disertai niat agar kuat beribadat serta bertaqwa kepada Allah atau agar kuat bekerja untuk bekal dalam melakukan ibadat bagi dirinya sendiri dan keluarganya, tentulah amalan tersebut mendapat pahala, sedangkan kalau tidak disertai niat apa-apa, misalnya hanya supaya kenyang saja, maka kosonglah pahalanya.

2. Dari Ummul mu'minin yaitu ibunya -sebenarnya adalah bibinya- Abdullah yakni Aisyah radhiallahu 'anha, berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada sepasukan tentera yang hendak memerangi -menghancurkan- Ka'bah, kemudian setelah mereka berada di suatu padang dari tanah lapang lalu dibenamkan -dalam tanah tadi- dengan yang pertama sampai yang terakhir dari mereka semuanya." Aisyah bertanya: "Saya berkata, wahai Rasulullah, bagaimanakah semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, sedang di antara mereka itu ada yang ahli pasaran -maksudnya para pedagang- serta ada pula orang yang tidak termasuk golongan mereka tadi - yakni tidak berniat ikut menggempur Ka'bah?" Rasulullah s.a.w. menjawab: "Ya, semuanya dibenamkan dari yang pertama sampai yang terakhir, kemudian nantinya mereka itu akan diba'ats -dibangkitkan dari masing-masing kuburnya- sesuai niat-niatnya sendiri -untuk ditetapi dosa atau tidaknya. Disepakati atas Hadis ini (Muttafaq 'alaih)- yakni disepakati keshahihannya oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim - Lafaz di atas adalah menurut Imam Bukhari. Keterangan: Sayidah Aisyah diberi gelar Ummul mu'minin, yakni ibunya sekalian orang mu'min sebab beliau adalah isteri Rasulullah s.a.w., jadi sudah sepatutnya. Beliau juga diberi nama ibu Abdullah oleh Nabi s.a.w., sebenarnya Abdullah itu bukan puteranya sendiri, tetapi putera saudarinya yang bernama Asma'. Jadi dengan Sayidah Aisyah, Abdullah itu adalah kemanakannya. Adapun beliau ini sendiri tidak mempunyai seorang puterapun. Dari uraian yang tersebut dalam Hadis ini, dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang yang shalih, jika berdiam di lingkungan suatu golongan yang selalu berkecimpung dalam kemaksiatan dan kemungkaran, maka apabila Allah Ta'ala mendatangkan azab atau siksa kepada kaum itu, orang shalih itupun pasti akan terkena pula. Jadi Hadis ini mengingatkan kita semua agar jangan sekali-kali bergaul dengan kaum yang ahli kemaksiatan, kemungkaran dan kezaliman. Namun demikian perihal amal perbuatannya tentulah dinilai sesuai dengan niat yang terkandung dalam hati orang yang melakukannya itu. Mengenai gelar Ummul mu'minin itu bukan hanya khusus diberikan kepada Sayidah Aisyah radhiallahu 'anha belaka, tetapi juga diberikan kepada para isteri Rasulullah s.a.w. yang lain-lain.

3. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, berkata: Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan -Makkah- tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar -oleh imam untuk berjihad- maka keluarlah –yakni berangkatlah." (Muttafaq 'alaih). (Sabda Rasulullah s.a.w.: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah," oleh para alim-ulama dikatakan bahwa mengenai hijrah dari daerah harb atau perang yang dikuasai oleh orang kafir ke Darul Islam, yakni daerah yang dikuasai oleh orang-orang Islam adalah tetap ada sampai hari kiamat. Oleh sebab itu Hadis di atas diberikan penakwilannya menjadi dua macam: Pertama: Tiada hijrah setelah dibebaskannya Makkah, sebab sejak saat itu Makkah telah menjadi sebagian dari Darul Islam atau Negara Islam, jadi tidak mungkin lagi akan terbayang tentang adanya hijrah setelah itu. Kedua: Inilah yang merupakan pendapat tershahih, yaitu yang diartikan bahwa hijrah yang dianggap mulia yang diluntut, yang pengikutnya itu memperoleh keistimewaan yang nyata itu sudah terputus sejak dibebaskannya Makkah dan sudah lampau pula untuk mereka yang ikut berhijrah sebelum dibebaskannya Makkah itu, sebab dengan dibebaskan Makkah itu, Islam boleh dikata telah menjadi kokoh kuat dan perkasa, Maknanya: Tiada hijrah lagi dari Makkah, sebab saat itu Makkah telah menjadi perumahan atau Negara Islam.),

4. Dari Abu Abdillah yaitu Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiallahu'anhuma, berkata: Kita berada beserta Nabi s.a.w. dalam suatu peperangan - yaitu perang Tabuk - kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang engkau semua tidak menempuh suatu perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orang- orang tadi ada besertamu - yakni sama-sama memperoleh pahala - mereka itu terhalang oleh sakit - maksudnya andaikata tidak sakit pasti ikut berperang. "Dalam suatu riwayat dijelaskan: "Melainkan mereka - yang tertinggal itu - berserikat denganmu dalam hal pahalanya." (Riwayat Muslim) Hadis sebagaimana di atas, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kita kembali dari perang Tabuk beserta Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya ada beberapa kaum yang kita tinggalkan di Madinah, tiada menempuh kita sekalian akan sesuatu lereng ataupun lembah, melainkan mereka itu bersama-sama dengan kita jua -jadi memperoleh pahala seperti yang berangkat untuk berperang itu - mereka itu terhalang oleh sesuatu keuzuran." yakni suatu kekuatan dan keperkasaan yang nyata. Jadi lain sekali dengan sebelum dibebaskannya Makkah tersebut. Adapun sabda beliau s.a.w. yang menyebutkan: "Tetapi yang ada adalah jihad dan niat," maksudnya ialah bahwa diperolehnya kebaikan dengan sebab hijrah itu telah terputus dengan dibebaskannya Makkah itu, tetapi sekalipun demikian masih pula dapat dicapai kebaikan tadi dengan berjihad dan niat yang shalih. Dalam Hadis di atas jelas diuraikan adanya perintah untuk suka berniat dalam melakukan kebaikan secara mutlak dan bahwa yang berniat itu sudah dapat memperoleh pahala dengan hanya keniatannya itu belaka. (Syi'ib (lereng) yangdimaksudkan di sini ialah jalan didaerah pegunungan, sedang Wadi (lembah) ialah tempat yang di situ ada airnya mengalir).

5. Dari Abu Yazid yaitu Ma'an bin Yazid bin Akhnas radhiallahu 'anhum. Ia, ayahnya dan neneknya adalah termasuk golongan sahabat semua. Kata saya: "Ayahku, yaitu Yazid mengeluarkan beberapa dinar yang dengannya ia bersedekah, lalu dinar-dinar itu ia letakkan di sisi seseorang di dalam masjid. Saya -yakni Ma'an anak Yazid- datang untuk mengambilnya, kemudian saya menemui ayahku dengan dinar-dinar tadi. Ayah berkata: "Demi Allah, bukan engkau yang kukehendaki - untuk diberi sedekah itu. "Selanjutnya hal itu saya adukan kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau bersabda: "Bagimu adalah apa yang engkau niatkan hai Yazid – yakni bahwa engkau telah memperoleh pahala sesuai dengan niat sedekahmu itu - sedang bagimu adalah apa yang engkau ambil, hai Ma'an - yakni bahwa engkau boleh terus memiliki dinar-dinar tersebut, kerana juga sudah diizinkan oleh orang yang ada di masjid, yang dimaksudkan oleh Yazid tadi." (Riwayat Bukhari)

6. Dari Abu Ishak, yakni Sa'ad bin Abu Waqqash, yakni Malik bin Uhaib bin Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah bin Ka'ab bin Luai al-Qurasyi az-Zuhri r.a., yaitu salah satu dari sepuluh orang yang diberi kesaksian akan memperoleh syurga radhiallahu 'anhum, katanya: Rasulullah s.a.w. datang padaku untuk menjengukku pada tahun haji wada' - yakni haji Rasulullah s.a.w. yang terakhir dan sebagai haji pamitan - kerana kesakitan yang menimpa diriku, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saja kesakitanku ini telah mencapai sebagaimana keadaan yang Tuan ketahui, sedang saya adalah seorang yang berharta dan tiada yang mewarisi hartaku itu melainkan seorang puteriku saja. Maka itu apakah dibenarkan sekiranya saya bersedekah dengan dua pertiga hartaku?" Beliau menjawab: "Tidak dibenarkan." Saya berkata pula: "Separuh hartaku ya Rasulullah?" Beliau bersabda: "Tidak dibenarkan juga." Saya berkata lagi: "Sepertiga, bagaimana ya Rasulullah?" Beliau lalu bersabda: "Ya, sepertiga boleh dan sepertiga itu sudah banyak atau sudah besar jumlahnya. Sesungguhnya jikalau engkau meninggalkan para ahli warismu dalam keadaan kaya-kaya, maka itu adalah lebih baik daripada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin meminta-minta pada orang banyak. Sesungguhnya tiada sesuatu nafkah yang engkau berikan dengan niat untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau pasti akan diberi pahalanya, sekalipun sesuatu yang engkau berikan untuk makanan isterimu." Abu Ishak meneruskan uraiannya: Saya berkata lagi: "Apakah saya ditinggalkan -di Makkah- setelah kepulangan sahabat-sahabatku itu?" Beliau menjawab: "Sesungguhnya engkau itu tiada ditinggalkan, kemudian engkau melakukan suatu amalan yang engkau maksudkan untuk mendapatkan keridhaan Allah, melainkan engkau malahan bertambah derajat dan keluhurannya. Barangkali sekalipun engkau ditinggalkan -kerana usia masih panjang lagi-, tetapi nantinya akan ada beberapa kaum yang dapat memperoleh kemanfaatan dari hidupmu itu - yakni sesama kaum Muslimin, baik manfaat duniawiyah atau ukhrawiyah -dan akan ada kaum lain-lainnya yang memperoleh bahaya dengan sebab masih hidupmu tadi- yakni kaum kafir, sebab menurut riwayat Abu Ishak ini tetap hidup sampai dibebaskannya Irak dan lain-lainnya, lalu diangkat sebagai gubernur di situ dan menjalankan hak dan keadilan. Ya Allah, sempurnakanlah pahala untuk sahabat-sahabatku dalam hijrah mereka itu dan janganlah engkau balikkan mereka pada tumit-tumitnya -yakni menjadi murtad kembali sepeninggalnya nanti. Tetapi yang miskin- rugi -itu ialah Sa'ad bin Khaulah.” Rasulullah s.a.w. merasa sangat kasihan padanya sebab matinya di Makkah. (Muttafaq 'alaih). Keterangan: Sa'ad bin Khaulah itu dianggap sebagai orang yang miskin dan rugi, kerana menurut riwayat ia tidak mengikuti hijrah dari Makkah, jadi rugi kerana tidak ikutnya hijrah tadi. Sebagian riwayat yang lain mengatakan bahwa ia sudah mengikuti hijrah, bahkan pernah mengikuti perang Badar pula, tetapi akhirnya ia kembali ke Makkah dan terus wafat di situ sebelum dibebaskannya Makkah saat itu. Maka ruginya ialah kerana lebih sukanya kepada Makkah sebagai tempat akhir hayatnya, padahal masih di bawah kekuasaan kaum kafir. Ada lagi riwayat yang menyebutkan bahwa ia pernah pula mengikuti hijrah ke Habasyah, mengikuti pula perang Badar, kemu-dian mati di Makkah pada waktu haji wada' tahun 10, ada lagi yang meriwayatkan matinya itu pada tahun 7 di waktu perletakan senjata antara kaum Muslimin dan kaum kafir. Jadi kerugiannya di sini ialah kerana ia mati di Makkah itu, kerana kehilangan pahala yang sempurna yakni sekiranya ia mati di Madinah, tempat ia berhijrah yang dimaksudkan semata-mata sebab Allah Ta'ala belaka.

7. Dari Abu Hurairah, yaitu Abdur Rahman bin Shakhr r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu tidak melihat kepada tubuh-tubuhmu, tidak pula kepada bentuk rupamu, tetapi Dia melihat kepada hati-hatimu sekalian." (Riwayat Muslim)

8. Dari Abu Musa, yakni Abdullah bin Qais al-Asy'ari r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. ditanya perihal seseorang yang berperang dengan tujuan menunjukkan keberanian, ada lagi yang berperang dengan tujuan kesombongan -ada yang artinya kebencian- ada pula yang berperang dengan tujuan pameran -menunjukkan pada orang-orang lain kerana ingin berpamer. Manakah di antara semua itu yang termasuk dalam jihad fi-sabilillah? Rasulullah s.a.w. menjawab: "Barangsiapa yang berperang dengan tujuan agar kalimat Allah - Agama Islam - itulah yang luhur, maka ia disebut jihad fi-sabilillah." (Muttafaq 'alaih) Keterangan: Hadis di atas dengan jelas menerangkan semua amal perbuatan itu hanya dapat dinilai baik, jika baik pula niat yang terkandung dalam hati orang yang melakukannya. Selain itu dijelaskan pula bahwa keutamaan yang nyata bagi orang-orang yang berjihad melawan musuh di medan perang itu semata-mata dikhususkan untuk mereka yang berjihad fisabilillah, yakni tiada maksud lain kecuali untuk meluhurkan kalimat Allah, yaitu Agama Islam.

9. Dari Abu Bakrah, yakni Nufai' bin Haris as-Tsaqafi r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Apabila dua orang Muslim berhadap-hadapan dengan membawa masing-masing pedangnya -dengan maksud ingin berbunuh-bunuhan- maka yang membunuh dan yang terbunuh itu semua masuk di dalam neraka." Saya bertanya: "Ini yang membunuh - patut masuk neraka- tetapi bagaimanakah halnya orang yang terbunuh -yakni mengapa ia masuk neraka pula?" Rasulullah s.a.w. menjawab: "Kerana sesungguhnya orang yang terbunuh itu juga ingin sekali hendak membunuh kawannya." (Muttafaq 'alaih)

10. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Shalatnya seseorang lelaki dengan berjamaah itu melebihi shalatnya di pasar atau rumahnya - secara sendirian atau munfarid - dengan duapuluh lebih - tiga sampai sembilan tingkat derajatnya. Yang sedemikian itu ialah kerana apabila seseorang itu berwudhu' dan memperbaguskan cara wudhu'nya, kemudian mendatangi masjid, tidak menghendaki ke masjid itu melainkan hendak bersembahyang, tidak pula ada yang menggerakkan kepergiannya ke masjid itu kecuali hendak shalat, maka tidaklah ia melangkahkan kakinya selangkah kecuali ia dinaikkan tingkatnya sederajat dan kerana itu pula dileburlah satu kesalahan daripadanya - yakni tiap selangkah tadi - sehingga ia masuk masjid. Apabila ia telah masuk ke dalam masjid, maka ia memperoleh pahala seperti dalam keadaan shalat, selama memang shalat itu yang menyebabkan ia bertahan di dalam masjid tadi, juga para malaikat mendoakan untuk mendapatkan kerahmatan Tuhan pada seseorang dari engkau semua, selama masih berada di tempat yang ia bersembahyang disitu. Para malaikat itu berkata: "Ya Allah, kasihanilah orang ini; wahai Allah, ampunilah ia; ya Allah, terimalah taubatnya." Hal sedemikian ini selama orang tersebut tidak berbuat buruk -yakni berkata-kata soal keduniaan, mengumpat orang lain, memukul dan lain-lain - dan juga selama ia tidak berhadas - yakni tidak batal wudhu'nya. Muttafaq 'alaih. Dan yang tersebut di atas adalah menurut lafaznya Imam Muslim. Sabda Nabi s.a.w.: Yanhazu dengan fathahnya ya' dan ha' serta dengan menggunakan zai, artinya: mengeluarkannya dan menggerakkannya.

11. Dari Abul Abbas, yaitu Abdullah bin Abbas bin Abdul Muththalib, radhiallahu 'anhuma dari Rasulullah s.a.w. dalam suatu uraian yang diceriterakan dari Tuhannya Tabaraka wa Ta'ala - Hadis semacam ini disebut Hadis Qudsi - bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu mencatat semua kebaikan dan keburukan, kemudian menerangkan yang sedemikian itu - yakni mana-mana yang termasuk hasanah dan mana- mana yang termasuk sayyiah. Maka barangsiapa yang berkehendak mengerjakan kebaikan, kemudian tidak jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah yang Maha Suci dan Tinggi sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya, dan barangsiapa berkehendak mengerjakan kebaikan itu kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah sebagai sepuluh kebaikan di sisiNya, sampai menjadi tujuh ratus kali lipat, bahkan dapat sampai menjadi berganda-ganda yang amat banyak sekali. Selanjutnya barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan kemudian tidak jadi melakukannya maka dicatatlah oleh Allah Ta'ala sebagai suatu kebaikan yang sempurna di sisiNya dan barangsiapa yang berkehendak mengerjakan keburukan itu kemudian jadi melakukannya, maka dicatatlah oleh Allah Ta'ala sebagai satu keburukan saja di sisiNya." (Muttafaq 'alaih) Keterangan: Hadis di atas menunjukkan besarnya kerahmatan Allah Ta'ala kepada kita semua sebagai ummatnya Nabi Muhammad s.a.w. Renungkanlah wahai saudaraku. Semoga kami dan anda diberi taufik (pertolongan) oleh Allah hingga dapat menginsafi kebesaran belas-kasihan Allah dan fikirkanlah kata-kata ini. Ada perkataan Indahuu (bagiNya), inilah suatu tanda kesungguhan Allah dalam memperhatikannya itu. Juga ada perkataan kaamitah (sempurna), ini adalah untuk mengokohkan artinya dan sangat perhatian padanya. Dan Allah berfirman di dalam kejahatan yang disengaja (di-maksud) akan dilakukan, tetapi tidak jadi dilakukan, bagi Allah ditulis menjadi satu kebaikan yang sempurna dikokohkan dengan kata-kata "sempurna". Dan kalau jadi dilakukan, ditulis oleh Allah "satu kejahatan saja" dikokohkan dengan kata-kata "satu saja" untuk menunjukkan kesedikitannya, dan tidak dikokohkan dengan kata-kata "sempurna". Maka bagi Allah segenap puji dan karunia. Maha Suci Allah, tidak dapat kita menghitung pujian atasNya. Dan dengan Allah jualah adanya pertolongan.

12. Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma, katanya: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada tiga orang dari golongan orang-orang sebelummu sama berangkat bepergian, sehingga terpaksalah untuk menempati sebuah gua guna bermalam, kemudian merekapun memasukinya. Tiba-tiba jatuhlah sebuah batu besar dari gunung lalu menutup gua itu atas mereka. Mereka berkata bahwasanya tidak ada yang dapat menyelamatkan engkau semua dari batu besar ini melainkan jikalau engkau semua berdoa kepada Allah Ta'ala dengan menyebutkan perbuatanmu yang baik-baik. Seorang dari mereka itu berkata: "Ya Allah. Saya mempunyai dua orang tua yang sudah tua-tua serta lanjut usianya dan saya tidak pernah memberi minum kepada siapapun sebelum keduanya itu, baik kepada keluarga ataupun hamba sahaya. Kemudian pada suatu hari amat jauhlah saya mencari kayu - yang dimaksud daun-daunan untuk makanan ternak. Saya belum lagi pulang pada kedua orang tua itu sampai mereka tertidur. Selanjutnya sayapun terus memerah minuman untuk keduanya itu dan keduanya saya temui telah tidur. Saya enggan untuk membangunkan mereka ataupun memberikan minuman kepada seseorang sebelum keduanya, baik pada keluarga atau hamba sahaya. Seterusnya saya tetap dalam keadaan menantikan bangun mereka itu terus-menerus dan gelas itu tetap pula di tangan saya, sehingga fajarpun menyingsinglah, Anak-anak kecil sama menangis kerana kelaparan dan mereka ini ada di dekat kedua kaki saya. Selanjutnya setelah keduanya bangun lalu mereka minum minumannya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian itu dengan niat benar-benar mengharapkan keridhaanMu, maka lapanglah kesukaran yang sedang kita hadapi dari batu besar yang menutup ini." Batu besar itu tiba- tiba membuka sedikit, tetapi mereka belum lagi dapat keluar dari gua. Yang lain berkata: "Ya Allah, sesungguhnya saya mempunyai seorang anak paman wanita - jadi sepupu wanita - yang merupakan orang yang tercinta bagiku dari sekalian manusia - dalam sebuah riwayat disebutkan: Saya mencintainya sebagai kecintaan orang- orang lelaki yang amat sangat kepada wanita - kemudian saya menginginkan dirinya, tetapi ia menolak kehendakku itu, sehingga pada suatu tahun ia memperoleh kesukaran. lapun mendatangi tempatku, lalu saya memberikan seratus duapuluh dinar padanya dengan syarat ia suka menyendiri antara tubuhnya dan antara tubuhku -maksudnya suka dikumpuli dalam seketiduran. Ia berjanji sedemikian itu. Setelah saya dapat menguasai dirinya - dalam sebuah riwayat lain disebutkan: Setelah saya dapat duduk di antara kedua kakinya - sepupuku itu lalu berkata: "Takutlah engkau pada Allah dan jangan membuka cincin - maksudnya cincin di sini adalah kemaluan, maka maksudnya ialah jangan melenyapkan kegadisanku ini -melainkan dengan haknya –yakni dengan perkawinan yang sah-, lalu sayapun meninggalkannya, sedangkan ia adalah yang amat tercinta bagiku dari seluruh manusia dan emas yang saya berikan itu saya biarkan dimilikinya. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian dengan niat untuk mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kesukaran yang sedang kita hadapi ini." Batu besar itu kemudian membuka lagi, hanya saja mereka masih juga belum dapat keluar dari dalamnya. Orang yang ketiga lalu berkata: "Ya Allah, saya mengupah beberapa kaum buruh dan semuanya telah kuberikan upahnya masing-masing, kecuali seorang lelaki. Ia meninggalkan upahnya dan terus pergi. Upahnya itu saya perkembangkan sehingga ber-tambah banyaklah hartanya tadi. Sesudah beberapa waktu, pada suatu hari ia mendatangi saya, kemudian berkata: Hai hamba Allah, tunaikanlah sekarang upahku yang dulu itu. Saya berkata: Semua yang engkau lihat ini adalah berasal dari hasil upahmu itu, baik yang berupa unta, lembu dan kambing dan juga hamba sahaya. Ia berkata: Hai hamba Allah, janganlah engkau memperolok-olokkan aku. Saya menjawab: Saya tidak memperolok-olokkan engkau. Kemudian orang itupun mengambil segala yang dimilikinya. Semua digiring dan tidak seekorpun yang ditinggalkan. Ya Allah, jikalau saya mengerjakan yang sedemikian ini dengan niat mengharapkan keridhaanMu, maka lapangkanlah kita dari kesukaran yang sedang kita hadapi ini. "Batu besar itu lalu membuka lagi dan merekapun keluar dari gua itu. (Muttafaq 'alaih) Keterangan: Ada beberapa kandungan yang penting-penting dalam Hadis di atas, yaitu: (a) Kita disunnahkan berdoa kepada Allah di kala kita sedang dalam keadaan yang sulit, misalnya mendapatkan malapetaka, kekurangan rezeki dalam kehidupan, sedang sakit dan lain-lain. (b) Kita disunnahkan bertawassul dengan amal perbuatan kita sendiri yang shalih, agar kesulitan itu segera lenyap dan diganti dengan kelapangan oleh Allah Ta'ala. Bertawassul artinya membuat perantaraan dengan amal shalih itu, agar permohonan kita dikabulkan olehNya. Bertawassul dengan cara seperti ini tidak ada seorang ulamapun yang tidak membolehkan. Jadi beliau-beliau itu sependapat tentang bolehnya. Juga tidak diperselisihkan oleh para alim-ulama perihal bolehnya bertawassul dengan orang shalih yang masih hidup, sebagai-mana yang dilakukan oleh Sayidina Umar r.a. dengan bertawassul kepada Sayidina Abbas, agar hujan segera diturunkan. Yang diperselisihkan ialah jikalau kita bertawassul dengan orang-orang shalih yang sudah wafat, maksudnya kita memohonkan sesuatu kepada Allah Ta'ala dengan perantaraan beliau-beliau yang sudah di dalam kubur agar ikut membantu memohonkan supaya doa kita dikabulkan. Sebagian alim-ulama ada yang membolehkan dan sebagian lagi tidak membolehkan. Jadi bukan orang-orang shalih itu yang dimohoni, tetapi yang dimohoni tetap Allah Ta'ala jua, tetapi beliau-beliau dimohon untuk ikut membantu mendoakan saja. Kalau yang dimohoni itu orang-orang yang sudah mati, sekalipun bagaimana juga shalihnya, semua alim-ulama Islam sependapat bahwa perbuatan sedemikian itu haramhukumnya. Sebab hal itu termasuk syirik atau menyekutukan sesuatu dengan Allah Ta'ala yang Maha Kuasa Mengabulkan segala permohonan. Namun demikian hal-hal seperti di atas hanya merupakan soal-soal furu'iyah (bukan akidah pokok), maka jangan hendaknya menyebabkan retaknya persatuan kita kaum Muslimin.


Bab 2
Taubat

Para alim-ulama berkata: "Mengerjakan taubat itu hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jikalau kemaksiatan itu terjadi antara seseorang hamba dan antara Allah Ta'ala saja, yakni tidak ada hubungannya dengan hak seseorang manusia yang lain, maka untuk bertaubat itu harus menetapi tiga macam syarat, yaitu: Pertama hendaklah menghentikan sama sekali-seketika itu juga -dari kemaksiatan yang dilakukan, kedua ialah supaya merasa menyesal kerana telah melakukan kemaksiatan tadi dan ketiga supaya berniat tidak akan kembali mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya. Jikalau salah satu dari tiga syarat tersebut di atas itu ada yang ketinggalan maka tidak sahlah taubatnya. Apabila kemaksiatan itu ada hubungannya dengan sesama manusia, maka syarat- syaratnya itu ada empat macam, yaitu tiga syarat yang tersebut di atas dan keempatnya ialah supaya melepaskan tanggungan itu dari hak kawannya. Maka jikalau tanggungan itu berupa harta atau yang semisal dengan itu, maka wajiblah mengembalikannya kepada yang berhak tadi, jikalau berupa dakwaan zina atau yang semisal dengan itu, maka hendaklah mencabut dakwaan tadi dari orang yang didakwakan atau meminta saja pengampunan daripada kawannya dan jikalau merupakan pengumpatan, maka hendaklah meminta penghalalan yakni pemaafan dari umpatannya itu kepada orang yang diumpat olehnya. Seseorang itu wajiblah bertaubat dari segala macam dosa, tetapi jikalau seseorang itu bertaubat dari sebagian dosanya, maka taubatnya itupun sah dari dosa yang dimaksudkan itu, demikian pendapat para alim-ulama yang termasuk golongan ahlulhaq, namun saja dosa-dosa yang lain-lainnya masih tetap ada dan tertinggal - yakni belum lagi ditaubati. Sudah jelaslah dalil-dalil yang tercantum dalam Kitabullah, Sunnah Rasulullah s.a.w. serta ijma' seluruh ummat perihal wajibnya mengerjakan taubat itu. Allah Ta'ala berfirman: "Dan bertaubatlah engkau semua kepada Allah, hai sekalian orang Mu'min, supaya engkau semua memperoleh kebahagiaan." (an-Nur: 31) Allah Ta'ala berfirman lagi: "Mohon ampunlah kepada Tuhanmu semua dan bertaubatlah kepadaNya." (Hud: 3) Dan lagi firmanNya: "Hai sekalian orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nashuha - yakni yang sebenar-benarnya." (at-Tahrim: 8) Keterangan: Taubat nashuha itu wajib dilakukan dengan memenuhi tiga macam syarat sebagaimana di bawah ini, yaitu:
(a) Semua hal-hal yang mengakibatkan diterapi siksa, kerana berupa perbuatan yang dosa jika dikerjakan, wajib ditinggalkan secara sekaligus dan tidak diulangi lagi.
(b) Bertekad bulat dan teguh untuk memurnikan serta membersihkan diri sendiri dari semua perkara dosa tadi tanpa bimbang dan ragu-ragu.
(c) Segala perbuatannya jangan dicampuri apa-apa yang mungkin dapat mengotori atau sebab-sebab yang menjurus ke arah dapat merusakkan taubatnya itu.

13. Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Demi Allah, sesungguhnya saya itu niscayalah memohonkan pengampunan kepada Allah serta bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali." (Riwayat Bukhari)

14. Dari Aghar bin Yasar al-Muzani r.a. katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah dan mohonlah pengampunan daripadaNya, kerana sesungguhnya saya ini bertaubat dalam sehari seratus kali." (Riwayat Muslim)

15. Dari Abu Hamzah yaitu Anas bin Malik al-Anshari r.a., pelayan Rasulullah s.a.w., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Niscayalah Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya daripada gembiranya seseorang dari engkau semua yang jatuh di atas untanya dan oleh Allah ia disesatkan di suatu tanah yang luas." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Muslim disebutkan demikian: "Niscayalah Allah itu lebih gembira dengan taubat hambaNya ketika ia bertaubat kepadaNya daripada gembiranya seseorang dari engkau semua yang berada di atas kendaraannya -yang dimaksud ialah untanya- dan berada di suatu tanah yang luas, kemudian menyingkirkan kendaraannya itu dari dirinya, sedangkan di situ ada makanan dan minumannya. Orang tadi lalu berputus-asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon terus tidur berbaring di bawah naungannya, sedang hatinya sudah berputus asa sama sekali dari kendaraannya tersebut. Tiba-tiba di kala ia berkeadaan sebagaimana di atas itu, kendaraannya itu tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Oleh sebab sangat gembiranya maka ia berkata: "Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah TuhanMu". Ia menjadi salah ucapannya kerana amat gembiranya."
Keterangan: Jadi kegembiraan Allah Ta'ala di kala mengetahui ada hambaNya yang bertaubat itu adalah lebih sangat dari kegembiraan orang yang tersebut dalam ceritera di atas itu.

16. Dari Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy'ari r.a., dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu membeberkan tanganNya - yakni kerahmatanNya -di waktu malam untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu siang dan juga membeberkan tanganNya di waktu siang untuk menerima taubatnya orang yang berbuat kesalahan di waktu malam. Demikian ini terus menerus sampai terbitnya matahari dari arah barat - yakni di saat hamper tibanya hari kiamat, kerana setelah ini terjadi, tidak diterima lagi taubatnya seseorang." (Riwayat Muslim)

17. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah menerima taubatnya orang itu." (Riwayat Muslim) Keterangan: Uraian dalam Hadis di atas sesuai dengan firman Allah dalam al-Quran al-Karim, surat Nisa', ayat 18 yang berbunyi: "Taubat itu tidaklah diterima bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan, sehingga dikala salah seorang dari mereka itu telah didatangi kematian - sudah dekat ajalnya dan ruhnya sudah di kerongkongan - tiba-tiba ia mengatakan: "Aku sekarang bertaubat."

18. Dari Abu Abdur Rahman yaitu Abdullah bin Umar bin al-Khaththab radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla itu menerima taubatnya seseorang hamba selama ruhnya belum sampai di kerongkongannya - yakni ketika akan meninggal dunia." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

19. Dari Zir bin Hubaisy, katanya: "Saya mendatangi Shafwan bin 'Assal r.a. perlu menanyakan soal mengusap dua buah sepatu khuf (but). Shafwan berkata: "Apakah yang menyebabkan engkau datang ini, hai Zir?" Saya menjawab: "Kerana ingin mencari ilmu pengetahuan." Ia berkata lagi: "Sesungguhnya para malaikat itu sama meletakkan sayap- sayapnya - yakni berhenti terbang dan ingin pula mendengarkan ilmu atau kerana tunduk menghormat - kepada Orang yang menuntut ilmu, kerana ridha dengan apa yang dicarinya." Saya berkata: "Sebenarnya saya sudah tergerak dalam hatiku akan mengusap di atas dua buah sepatu khuf itu sehabis buang air besar atau kecil. Engkau adalah termasuk salah seorang sahabat Nabi s.a.w., maka dari itu saya datang ini untuk menanyakannya kepadamu. Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan mengusap sepatu khuf itu daripadanya?" Shafwan menjawab: "Ia pernah. Rasulullah s.a.w. menyuruh kita semua, jikalau kita sedang dalam bepergian,supaya kita jangan melepaskan sepatu khuf kita selama tiga hari dengan malamnya sekali, kecuali jikalau kita terkena janabah, tetapi kalau hanya kerana membuang air besar atau kecil atau kerana sehabis tidur, bolehlah tidak usah dilepaskan." Saya berkata lagi: "Apakah engkau pernah mendengar beliau s.a.w. menyebutkan persoalan cinta?" Dia menjawab: "Ya pernah. Pada suatu ketika kita bersama dengan Rasulullah s.a.w. dalam bepergian. Di kala kita berada di sisinya itu, tiba-tiba ada seorang a'rab (orang Arab dari pegunungan) memanggil beliau itu dengan suara yang keras sekali, katanya: "Hai Muhammad." Rasulullah s.a.w. menjawabnya dengan suara yang sekeras suaranya itu pula: "Mari kemari". Saya berkata pada orang a'rab tadi: "Celaka engkau ini, perlahankanlah suaramu, sebab engkau ini benar-benar ada di sisi Nabi s.a.w.,sedangkan aku dilarang semacam ini - yakni bersuara keras-keras di hadapannya-. "Orang a'rab itu berkata: "Demi Allah, saya tidak akan memperlahankan suaraku." Kemudian ia berkata kepada Nabi s.a.w.: "Ada orang mencintai sesuatu golongan, tetapi ia tidak dapat menyamai mereka - dalam hal amal perbuatannya serta cara mencari kesempurnaan kehidupan dunia dan akhiratnya. Nabi s.a.w. menjawab: "Seseorang itu dapat menyertai orang yang dicintai olehnya besok pada hari kiamat." Tidak henti-hentinya beliau memberitahukan apa saja kepada kita, sehingga akhirnya menyebutkan bahwa di arah barat itu ada sebuah pintu yang perjalanan luasnya yakni sekiranya seseorang yang berkendaraan berjalan hendak menempuh jarak luasnya itu, maka jarak antara dua ujung pintu tadi adalah sejauh empat puluh atau tujuh puluh tahun." Salah seorang yang meriwayatkan Hadis ini yaitu Sufyan mengatakan: "Di arah Syam pintu itu dijadikan oleh Allah Ta'ala sejak hari Dia menciptakan semua langit dan bumi, senantiasa terbuka untuk taubat, tidak pernah ditutup sehingga terbitlah matahari dari sebelah barat yakni dari dalam pintu tadi." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan lain-lainnya dan Imam Termidzi mengatakan bahwa Hadis ini adalah hasan shahih.

20. Dari Abu Said, yaitu Sa'ad bin Sinan al-Khudri r.a. bahwasanya Nabiullah s.a.w. bersabda: "Ada seorang lelaki dari golongan ummat yang sebelummu telah membunuh sembilanpuluh sembilan manusia, kemudian ia menanyakan tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, lalu ia ditunjukkan pada seorang pendeta. Ia pun mendatanginya dan selanjutnya berkata bahwa sesungguhnya ia telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, apakah masih diterima untuk bertaubat. Pendeta itu menjawab: "Tidak dapat." Kemudian pendeta itu dibunuhnya sekali dan dengan demikian ia telah menyempurnakan jumlah seratus dengan ditambah seorang lagi itu. Lalu ia bertanya lagi tentang orang yang teralim dari penduduk bumi, kemudian ditunjukkan pada seorang yang alim, selanjutnya ia mengatakan bahwa sesungguhnya ia telah membunuh seratus manusia, apakah masi'h diterima taubatnya. Orang alim itu menjawab: "Ya, masih dapat. Siapa yang dapat menghalang-halangi antara dirinya dengan taubat itu. Pergilah engkau ke tanah begini-begini, sebab di situ ada beberapa kelompok manusia yang sama menyembah Allah Ta'ala, maka menyembahlah engkau kepada Allah itu bersama-sama dengan mereka dan janganlah engkau kembali ke tanahmu sendiri, sebab tanahmu adalah negeri yang buruk." Orang itu terus pergi sehingga di waktu ia telah sampai separuh perjalanan, tiba-tiba ia didatangi oleh kematian. Kemudian bertengkarlah untuk mempersoalkan diri orang tadi malaikat kerahmatan dan malaikat siksaan - yakni yang bertugas memberikan kerahmatan dan bertugas memberikan siksa, malaikat kerahmatan berkata: "Orang ini telah datang untuk bertaubat sambil menghadapkan hatinya kepada Allah Ta'ala." Malaikat siksaan berkata: "Bahwasanya orang ini samasekali belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun." Selanjutnya ada seorang malaikat yang mendatangi mereka dalam bentuk seorang manusia, lalu ia dijadikan sebagai pemisah antara malaikat-malaikat yang berselisih tadi, yakni dijadikan hakim pemutusnya - untuk menetapkan mana yang benar. Ia berkata: "Ukurlah olehmu semua antara dua tempat di bumi itu, ke mana ia lebih dekat letaknya, maka orang ini adalah untuknya - maksudnya jikalau lebih dekat ke arah bumi yang dituju untuk melaksanakan taubatnya, maka ia adalah milik malaikat kerahmatan dan jikalau lebih dekat dengan bumi asalnya maka ia adalah milik malaikat siksaan." Malaikat-malaikat itu mengukur, kemudian didapatinya bahwa orang tersebut adalah lebih dekat kepada bumi yang dikehendaki -yakni yang dituju untuk melaksanakan taubatnya. Oleh sebab itu maka ia dijemputlah oleh malaikat kerahmatan." (Muttafaq 'alaih). Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan demikian: "Orang tersebut lebih dekat sejauh sejengkal saja pada pedesaan yang baik itu - yakni yang hendak didatangi, maka dijadikanlah ia termasuk golongan penduduknya." Dalam riwayat lain yang shahih pula disebutkan: Allah Ta'ala lalu mewahyukan kepada tanah yang ini - tempat asalnya - supaya engkau menjauh dan kepada tanah yang ini - tempat yang hendak dituju - supaya engkau mendekat - maksudnya supaya tanah asalnya itu memanjang sehingga kalau diukur akan menjadi jauh, sedang tanah yang dituju itu menyusut sehingga kalau diukur menjadi dekat jaraknya. Kemudian firmanNya: "Ukurlah antara keduanya." Malaikat-malaikat itu mendapatkannya bahwa kepada yang ini -yang dituju - adalah lebih dekat sejauh sejengkal saja jaraknva. Maka orang itupun diampunilah dosa-dosanya." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Orang tersebut bergerak - amat susah payah kerana hendak mati - dengan dadanya ke arah tempat yang dituju itu." Keterangan: Uraian Hadis ini menjelaskan perihal lebih utamanya berilmu pengetahuan dalam selok-belok agama, apabila dibandingkan dengan terus beribadat tanpa mengetahui bagaimana yang semestinya dilakukan. Juga menjelaskan perihal keutamaan 'uzlah atau mengasingkan diri di saat keadaan zaman sudah boleh dikatakan rusak binasa dan kemaksiatan serta kemungkaran merajalela di mana-mana.

21. Dari Abdullah bin Ka'ab bin Malik dan ia - yakni Abdullah -adalah pembimbing Ka'ab r.a. dari golongan anak-anaknya ketika Ka'ab - yakni ayahnya itu - sudah buta matanya, katanya: "Saya mendengar Ka'ab bin Malik r.a. menceriterakan perihal peristiwanya sendiri ketika membelakang - artinya tidak mengikuti - Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk." Ka'ab berkata: "Saya tidak pernah membelakang - tidak mengikuti - Rasulullah s.a.w. dalam suatu peperanganpun kecuali dalam peperangan Tabuk. Hanya saja saya juga pernah tidak mengikuti dalam peperangan Badar, tetapi beliau s.a.w. tidak mengolok-olokkan seseorangpun yang tidak mengikutinya itu - yakni Badar. Hanyasanya Rasulullah s.a.w. keluar bersama kaum Muslimin menghendaki kafilahnya kaum Quraisy, sehingga Allah Ta'ala mengumpulkan antara mereka itu dengan musuhnya dalam waktu yang tidak tertentukan. Saya juga ikut menyaksikan bersama Rasulullah s.a.w. di malam 'aqabah di waktu kita berjanji saling memperkokohkan Islam dan saya tidak senang andaikata tidak mengikuti malam 'aqabah itu sekalipun umpamanya saya ikut menyaksikan peperangan Badar dan sekalipun pula bahwa peperangan Badar itu lebih termasyhur sebutannya di kalangan para manusia daripada malam 'aqabah tadi. Perihal keadaanku ketika saya tidak mengikuti Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Tabuk ialah bahwa saya sama-sekali tidak lebih kuat dan tidak pula lebih ringan dalam perasaanku sewaktu saya tidak mengikuti peperangan tersebut. Demi Allah saya belum pernah mengumpulkan dua buah kendaraan sebelum adanya peperangan Tabuk itu, sedang untuk peperangan ini saya dapat mengumpulkan keduanya. Tidak pula Rasulullah s.a.w. itu menghendaki suatu peperangan, melainkan tentu beliau berniat pula dengan peperangan yang berikutnya sehingga sampai terjadinya peperangan Tabuk. Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu dalam keadaan panas yang sangat dan menghadapi suatu perjalanan yang jauh lagi harus menempuh daerah yang sukar memperoleh air dan tentulah pula akan menghadapi musuh yang jumlahnya amat besar sekali. Beliau s.a.w. kemudian menguraikan maksudnya itu kepada seluruh kaum Muslimin dan menjelaskan persoalan mereka, supaya mereka dapat bersiap untuk menyediakan perbekalan peperangan mereka. Beliau s.a.w. emberitahukan pada mereka dengan tujuan yang dikehendaki. Kaum Muslimin yang menyertai Rasulullah s.a.w. itu banyak sekali, tetapi mereka itu tidak terdaftarkan dalam sebuah buku yang terpelihara." Yang dimaksud oleh Ka'ab ialah adanya buku catatan yang berisi daftar mereka itu. Ka'ab berkata: "Maka sedikit sekali orang yang ingin untuk tidak menyertai peperangan tadi, melainkan ia juga menyangka bahwa dirinya akan tersamarkan,selama tidak ada wahyu yang turun dari Allah Ta'ala - maksudnya kerana banyaknya orang yang mengikuti, maka orang yang berniat tidak mengikuti tentu tidak akan diketahui oleh siapapun sebab catatannyapun tidak ada. Rasulullah s.a.w. berangkat dalam peperangan Tabuk itu di kala buah-buahan sedang enak-enaknya dan naungan-naungan di bawahnya sedang nyaman-nyamannya. Saya amat senang sekali pada buah-buahan serta naungan itu. Rasulullah s.a.w. bersiap-siap dan sekalian kaum Muslimin juga demikian. Saya mulai pergi untuk ikut bersiap-siap pula dengan beliau, tetapi saya lalu mundur lagi dan tidak ada sesuatu urusanpun yang saya selesaikan, hanya dalam hati saya berkata bahwa saya dapat sewaktu-waktu berangkat jikalau saya menginginkan. Hal yang sedemikian itu selalu saja mengulur-ulurkan waktu persiapanku, sehingga orang-orang giat sekali untuk mengadakan perbekalan mereka, sedangkan saya sendiri belum ada persiapan sedikitpun. Kemudian saya pergi lagi lalu kembali pula dan tidak pula ada sesuatu urusan yang dapat saya selesaikan. Keadaan sedemikian ini terus-menerus menyebabkan saya mengulur-ulurkan waktu keberangkatanku, sehingga orang-orang banyak telah bergegas-gegas dan majulah mereka yang hendak mengikuti peperangan itu. Saya bermaksud akan berangkat kemudian dan selanjutnya tentu dapat menyusul mereka yang berangkat Tebih dulu. Alangkah baiknya sekiranya maksud itu saya laksanakan, tetapi kiranya yang sedemikian tadi tidak ditakdirkan untuk dapat saya kerjakan. Dengan begitu maka setiap saya keluar bertemu dengan orang-orang banyak setelah berangkatnya Rasulullah s.a.w. itu, keadaan sekelilingku itu selalu menyedihkan hatiku, kerana saya mengetahui bahwa diriku itu hanyalah sebagai suatu tuntunan yang dapat dituduh melakukan kemunafikan atau hanya sebagai seseorang yang dianggap beruzur oleh Allah Ta'ala kerana termasuk golongan kaum yang lemah - tidak kuasa mengikuti peperangan. Rasulullah s.a.w. kiranya tidak mengingat akan diriku sehingga beliau datang di Tabuk, maka sewaktu beliau duduk di kalangan kaumnya di Tabuk, tiba-tiba bertanya: "Apa yang dilakukan oleh Ka'ab bin Malik?" Seorang dari golongan Bani Salimah menjawab: "Ya Rasulullah, ia ditahan oleh pakaian indahnya dan oleh keadaan sekelilingnya yang permai pandangannya." Kemudian Mu'az bin Jabal r.a. berkata: "Buruk sekali yang kau katakan itu. Demi Allah ya Rasulullah, kita tidak pernah melihat keadaan Ka'ab itu kecuali yang baik-baik saja." Rasulullah s.a.w. berdiam diri. Ketika beliau s.a.w. dalam keadaan seperti itu lalu melihat ada seorang yang mengenakan pakaian serba putih yang digerak-gerakkan oleh fatamorgana - sesuatu yang tampak semacam air dalam keadaan yang panas terik di padang pasir - Rasulullah s.a.w. bersabda: "Engkaukah Abu Khaitsamah?"Memang orang ituadalah Abu Khaitsamah al-Anshari dan ia adalah yang pernah bersedekah dengan sesha' kurma ketika dicaci oleh kaum munafikin. Ka'ab berkata selanjutnya: "Setelah ada berita yang sampai di telingaku bahwa Rasulullah s.a.w. telah menuju kembali dengan kafilahnya dari Tabuk, maka datanglah kesedihanku lalu saya mulai mengingat-ingat bagaimana sekiranya saya berdusta - untuk mengada-adakan alasan tidak mengikuti peperangan. Saya berkata pada diriku, bagaimana caranya supaya dapat terkeluar - terhindar dari kemurkaannya besok sekiranya beliau telah tiba. Sayapun meminta bantuan untuk menemukan jalan keluar dari kesulitan ini dengan setiap orang yang banyak mempunyai pendapat dari golongan keluargaku. Setelah diberitahukan bahwa Rasulullah s.a.w. telah tiba maka lenyaplah kebathilan dari jiwaku - yakni keinginan akan berdusta itu - sehingga saya mengetahui bahwa saya tidak dapat menyelamatkan diriku dari kemurkaannya itu dengan sesuatu apapun untuk selama- lamanya. Oleh sebab itu saya menyatukan pendapat hendak mengatakan secara sebenarnya belaka. Rasulullah s.a.w. itu apabila datang dari perjalanan, tentu memulai dengan memasuki masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat, kemudian duduk di hadapan orang banyak. Setelah beliau melakukan yang sedemikian itu, maka datanglah padanya orang-orang yang membelakang - tidak mengikuti peperangan - untuk mengemukakan alasan mereka dan mereka pun bersumpah dalam mengemukakan alasan-alasannya itu. Jumlah yang tidak mengikuti itu ada delapan puluh lebih - tiga sampai sembilan. Beliau s.a.w. menerima alasan- alasan yang mereka kemukakan secara terus terang itu, juga membai'at - meminta janji setia - mereka serta memohonkan pengampunan untuk mereka pula, sedang apa yang tersimpan dalam hati mereka bulat-bulat diserahkan kepada Allah Ta'ala. Demikianlah sehingga sayapun datanglah menghadap beliau s.a.w. itu. Setelah saya mengucapkan salam padanya, beliau tersenyum bagaikan senyumnya orang yang murka, kemudian bersabda: "Kemarilah!" Saya mendatanginya sambil berjalan sehingga saya duduk di hadapannya, kemudian beliau s.a.w. bertanya padaku: "Apakah yang menyebabkan engkau tertinggal bukankah engkau telah membeli unta untuk kendaraanmu?" Ka'ab berkata: "Saya lalu menjawab: Ya Rasulullah, sesungguhnya saya, demi Allah, andaikata saya duduk di sisi selain Tuan dari golongan ahli dunia, niscayalah saya berpendapat bahwa saya akan dapat keluar dari kemurkaannya dengan mengemukakan suatu alasan. Sebenarnya saya telah dikaruniai kepandaian dalam bercakap-cakap. Tetapi saya ini, demi Allah, pasti dapat mengerti bahwa andai kata saya memberitahukan kepada Tuan dengan suatu ceritera bohong pada hari ini yang Tuan akan merasa rela dengan ucapanku itu, namun sesungguhnya Allah hampir-hampir akan memurkai Tuan kerana perbuatanku itu. Sebaliknya jikalau saya memberitahukan kepada Tuan dengan ceritera yang sebenarnya yang dengan demikian itu Tuan akan murka atas diriku dalam hal ini, sesungguhnya saya hanyalah menginginkan keakhiran yang baik dari Allah 'Azzawajalla. Demi Allah, saya tidak beruzur sedikitpun - sehingga tidak mengikuti peperangan itu. Demi Allah, sama sekali saya belum merasakan bahwa saya lebih kuat dan lebih ringan untuk mengikutinya itu, yakni di waktu saya membelakang daripada Tuan -sehingga jadi tidak ikut berangkat." Ka'ab berkata: "Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: Tentang orang ini, maka pembicaraannya memang benar - tidak berdusta. Oleh sebab itu bolehlah engkau berdiri sehingga Allah akan memberikan keputusannya tentang dirimu." Ada beberapa orang dari golongan Bani Salimah yang berjalan mengikuti jejakku, mereka berkata: "Demi Allah, kita tidak menganggap bahwa engkau telah pernah bersalah dengan melakukan sesuatu dosapun sebelum saat ini. Engkau agaknya tidak kuasa, mengapa engkau tidak mengemukakan keuzuranmu saja kepada Rasulullah s.a.w. sebagaimana keuzuran yang dikemukakan oleh orang-orang yang tertinggal yang lain-lain. Sebenarnya bukankah telah mencukupi untuk menghilangkan dosamu itu jikalau Rasulullah s.a.w. suka memohonkan mengampunan kepada Allah untukmu. Ka'ab berkata: "Demi Allah, tidak henti-hentinya orang-orang itu mengolok-olokkan diriku - kerana menggunakan cara yang dilakukan sebagaimana di atas yang telah terjadi itu - sehingga saya sekali hendak kembali saja kepada Rasulullah s.a.w. – untuk mengikuti cara orang-orang Bani Salimah itu, agar saya mendustakan diriku sendiri. Kemudian saya berkata kepada orang-orang itu: "Apakah ada orang lain yang menemui peristiwa sebagaimana hal yang saya temui itu?" Orang-orang itu menjawab: "Ya, ada dua orang yang menemui keadaan seperti itu. Keduanya berkata sebagaimana yang engkau katakan lalu terhadap keduanya itupun diucapkan - oleh Rasulullah s.a.w. - sebagaimana kata-kata yang diucapkan padamu." Ka'ab berkata: "Siapakah kedua orang itu?" Orang-orang menjawab: "Mereka itu ialah Murarah bin Rabi'ah al-'Amiri dan Hilal bin Umayyah al-Waqifi." Ka'ab berkata: "Orang-orang itu menyebut-nyebutkan di mukaku bahwa kedua orang itu adalah orang-orang shahih dan juga benar-benar ikut menyaksikan peperangan Badar dan keduanya dapat dijadikan sebagai contoh - dalam keberanian dan lain-lain." Ka'ab berkata: "Saya pun lalu terus pergi di kala mereka telah selesai menyebut- nyebutkan tentang kedua orang tersebut di atas di mukaku. Rasulullah s.a.w. melarang kita - kaum Muslimin - untuk bercakap-cakap dengan ketiga orang di antara orang-orang yang sama membelakang - tidak mengikuti perjalanan - beliau itu." Ka'ab berkata: "Orang-orang sama menjauhi kita," dalam riwayat lain ia berkata: "Orang-orang sama berubah sikap terhadap kita bertiga, sehingga dalam jiwaku seolah-olah bumi ini tidak mengenal lagi akan diriku, maka seolah-olah bumi ini adalah bukan bumi yang saya kenal sebelumnya. Kita bertiga berhal demikian itu selama lima puluh malam - dengan harinya. Adapun dua kawan saya, maka keduanya itu menetap saja dan selalu duduk-duduk di rumahnya sambil menangis. Tentang saya sendiri, maka saya adalah yang termuda di kalangan kita bertiga dan lebih tahan - mendapat-kan ujian. Oleh sebab itu sayapun keluar serta menyaksikan shalat jamaah bersama kaum Muslimin lain-lain dan juga suka berkeliling di pasar-pasar, tetapi tidak seorangpun yang mengajak bicara padaku. Saya pernah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan mengucapkan salam padanya dan beliau ada di majlisnya sehabis shalat, kemudian saya berkata dalam hatiku, apakah beliau menggerakkan kedua bibirnya untuk menjawab salamku itu ataukah tidak. Selanjutnya saya bersembahyang dekat sekali pada tempatnya itu dan saya mengamat-amatinya dengan pandanganku. Jikalau saya mulai mengerjakan shalat, beliau melihat padaku, tetapi jikalau saya menoleh padanya, beliaupun lalu memalingkan mukanya dari pandanganku. Demikian halnya, sehingga setelah terasa amat lama sekali penyeteruan kaum Muslimin itu terhadap diriku, lalu saya berjalan sehingga saya menaiki dinding muka dari rumah Abu Qatadah. Ia adalah anak pamanku - jadi sepupunya - dan ia adalah orang yang tercinta bagiku di antara semua orang. Saya memberikan salam padanya, tetapi demi Allah, ia tidak menjawab salamku itu. Kemudian saya berkata kepadanya: "Hai Abu Qatadah, saya hendak bertanya padamu kerana Allah, apakah engkau mengetahui bahwa saya ini mencintai Allah dan RasulNya s.a.w.?" Ia diam saja, lalu saya ulangi lagi dan bertanya sekali iagi padanya, iapun masih diam saja. Akhirnya saya ulangi lagi dan saya menanyakannya sekali lagi, lalu ia berkata: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui tentang itu." Oleh sebab jawabnya ini, maka mengalirlah air mataku dan saya meninggalkannya sehingga saya menaiki dinding rumah tadi. Di kala saya berjalan di pasar kota, tiba-tiba ada seorang petani dari golongan petani negeri Syam (Palestina), yaitu dari golongan orang-orang yang datang dengan membawa makanan yang hendak dijualnya di Madinah, lalu orang itu berkata: "Siapakah yang suka menunjukkan, manakah yang bernama Ka'ab bin Malik. "Orang-orang lain sama menunjukkannya kearahku, sehingga orang itupun mendatangi tempatku, kemudian menyerahkan sepucuk surat dari raja Ghassan - yang beragama Kristen. Saya memang orang yang dapat menulis, maka surat itupun saya baca, tiba-tiba isinya adalah sebagai berikut: "Amma ba'd. Sebenarnya telah sampai berita pada kami bahwa sahabatmu - yakni Muhammad s.a.w. - telah menyeterumu. Allah tidaklah menjadikan engkau untuk menjadi orang hina di dunia ataupun orang yang dihilangkan hak-haknya. Maka dari itu susullah kami - maksudnya datanglah di tempat kami - maka kami akan menggembirakan hatimu." Kemudian saya berkata setelah selesai membacanya itu: "Ah, inipun juga termasuk bencana pula, "lalu saya menuju ke dapur dengan membawa surat tadi kemudian saya membakarnya. Selanjutnya setelah lepas waktu selama empatpuluh hari dari jumlah limapuluh hari, sedang waktu agak terlambat datangnya tiba-tiba datanglah di tempatku seorang utusan dari Rasulullah s.a.w., terus berkata: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. memerintahkan padamu supaya engkau menyendirikan isterimu." Saya bertanya: "Apakah saya harus menceraikannya ataukah apa yang harus saya lakukan?" Ia berkata: "Tidak usah menceraikan, tetapi menyendirilah daripadanya, jadi jangan sekali-kali engkau mendekatinya." Rasulullah s.a.w. juga mengirimkan utusan kepada kedua sahabat saya - yang senasib di atas - sebagaimana yang dikirimkannya padaku. Oleh sebab itu lalu saya berkata pada isteriku: "Susullah dulu keluargamu - maksudnya pergilah ke tempat kedua orang tuamu. Beradalah di sisi mereka sehingga Allah akan menentukan bagaimana kelanjutan peristiwa ini." Isteri Hilal bin Umayyah mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu berkata pada beliau: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Hilal bin Umayyah itu seorang yang amat tua dan hanya sebatang kara, tidak mempunyai pelayan juga. Apakah Tuan juga tidak senang andaikata saya tetap melayaninya?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak, tetapi jangan sekali-kali ia mendekatimu - jangan berkumpul seketiduran denganmu." Isterinya berkata lagi: "Sesungguhnya Hilal itu demi Allah, sudah tidak mempunyai gerak samasekali pada sesuatupun dan demi Allah, ia senantiasa menangis sejak terjadinya peristiwa itu sampai pada hari ini." Sebagian keluargaku berkata padaku: "Alangkah baiknya sekiranya engkau meminta izin kepada Rasulullah s.a.w. dalam persoalan isterimu itu. Rasulullah s.a.w. juga telah mengizinkan kepada isteri Hilal bin Umayyah untuk tetap melayaninya." Saya berkata: "Saya tidak akan meminta izin untuk isteriku itu kepada Rasulullah s.a.w., saya pun tidak tahu bagaimana nanti yang akan diucapkan oleh Rasulullah s.a.w. sekiranya saya meminta izin pada beliau perihal isteriku itu - yakni supaya boleh tetap melayani diriku? Saya adalah seorang yang masih muda." Saya tetap berkeadaan sebagaimana di atas itu - tanpa isteri - selama sepuluh malam dengan harinya sekali maka telah genaplah jumlahnya menjadi lima puluh hari sejak kaum Muslimin dilarang bercakap-cakap dengan kita. Selanjutnya saya bersembahyang Subuh pada pagi hari kelima puluh itu di muka rumah dari salah satu rumah keluarga kami. Kemudian di kala saya sedang duduk dalam keadaan yang disebutkan oleh Allah Ta'ala perihal diri kita itu - yakni ketika kami bertiga sedang dikucilkan, jiwaku terasa amat sempit sedang bumi yang luas terasa amat kecil, tiba- tiba saya mendengar suara teriakan seseorang yang berada di atas gunung Sala' - sebuah gunung di Madinah, ia berkata dengan suaranya yang amat keras: "Hai Ka'ab bin Malik, bergembiralah." Segera setelah mendengar itu, sayapun bersujud - syukur - dan saya meyakinkan bahwa telah ada kelapangan yang datang untukku. Rasulullah s.a.w. telah memberitahukan pada orang-orang banyak bahwa taubat kita bertiga telah diterima oleh Allah 'Azzawajalla, yaitu di waktu beliau bersembahyang Subuh. Maka orang-orangpun menyampaikan berita gembira itu pada kita dan ada pula pembawa-pembawa kegembiraan itu yang mendatangi kedua sahabatku - yang senasib. Ada seorang yang dengan cepat-cepat melarikan kudanya serta bergegas-gegas menuju ke tempatku dari golongan Aslam -namanya Hamzah bin Umar al-Aslami. Ia menaiki gunung dan suaranya itu kiranya lebih cepat terdengar olehku daripada datangnya kuda itu sendiri. Setelah dia datang padaku yakni orang yang kudengar suaranya tadi, iapun memberikan berita gembira padaku, kemudian saya melepaskan kedua bajuku dan saya berikan kepadanya untuk dipakai, sebagai hadiah dari berita gembira yang disampaikannya itu. Demi Allah, saya tidak mempunyai pakaian selain keduanya tadi pada hari itu. Maka sayapun meminjam dua buah baju - dari orang lain - dan saya kenakan lalu berangkat menuju ke tempat Rasulullah s.a.w. Orang-orang sama menyambut kedatanganku itu sekelompok demi sekelompok menyatakan ikut gembira padaku sebab taubatku yang telah diterima. Mereka berkata: "Semogagembiralah hatimu kerana Allah telah menerima taubatmu itu." Demikian akhirnya saya memasuki masjid, di situ Rasulullah s.a.w. sedang duduk dan di sekelilingnya ada beberapa orang. Thalhah bin Ubaidullah r.a. lalu berdiri cepat-cepat kemudian menjabat tanganku dan menyatakan ikut gembira atas diriku. Demi Allah tidak ada seorangpun dari golongan kaum Muhajirin yang berdiri selain Thalhah itu. Oleh sebab itu Ka'ab tidak akan melupakan peristiwa itu untuk Thalhah. Ka'ab berkata: "Ketika saya mengucapkan salam kepada Rasulullah s.a.w. beliau tampak berseri-seri wajahnya kerana gembiranya lalu bersabda: "Bergembiralah dengan datangnya suatu hari baik yang pernah engkau alami sejak engkau dilahirkan oleh ibumu. "Saya bertanya: "Apakah itu datangnya dari sisi Tuan sendiri ya Rasulullah, ataukah dari sisi Allah?" Beliau s.a.w. menjawab: "Tidak dari aku sendiri, tetapi memang dari Allah 'Azzawajalla". Rasulullah s.a.w. itu apabila gembira hatinya, maka wajahnya pun bersinar indah,seolah-olah wajahnya itu adalah sepenuh bulan, kita semua mengetahui hal itu. Setelah saya duduk di hadapannya, saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya untuk menyatakan taubatku itu ialah saya hendak melepaskan sebagian hartaku sebagai sedekah kepada Allah dan RasulNya." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tahanlah untukmu sendiri sebagian dari harta-hartamu itu, sebab yang sedemikian itu adalah lebih baik." Saya menjawab: "Sebenarnya saya telah menahan bagianku yang ada di tanah Khaibar." Selanjutnya saya meneruskan: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah telah menyelamatkan diriku dengan jalan berkata benar, maka sebagai tanda taubatku pula ialah bahwa saya tidak akan berkata kecuali yang sebenarnya saja selama kehidupanku yang masih tertinggal." Demi Allah, belum pernah saya melihat seseorangpun dari kalangan kaum Muslimin yang diberi cobaan oleh Allah Ta'ala dengan sebab kebenaran kata-kata yang diucapkan, sejak saya menyebutkan hal itu kepada Rasulullah s.a.w. yang jadinya lebih baik dari yang telah dicobakan oleh Allah Ta'ala pada diriku sendiri. Demi Allah, saya tidak bermaksud akan berdusta sedikitpun sejak saya mengatakan itu kepada Rasulullah s.a.w. sampai pada hariku ini dan sesungguhnya sayapun mengharapkan agar Allah Ta'ala senantiasa melindungi diriku dari kedustaan itu dalam kehidupan yang masih tertinggal untukku." Ka'ab berkata; "Kemudian Allah Ta'ala menurunkan wahyu yang artinya: "Sesungguhnya Allah telah menerima taubatnya Nabi, kaum Muhajirin dan Anshar yang mengikutinya - ikut berperang – dalam masa kesulitan - sampai di firmanNya yang berarti 6 ; Sesungguhnya Allah itu adalah Maha Penyantun lagi Penyayang kepada mereka. 6 Lengkapnya ayat-ayat 117, 118 dan 119 dari surat at-Taubah itu artinya adalah sebagai berikut: 117. Sesungguhnya Allah tefah menerima taubat Nabi, kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan. yaitu setelah hati sebagian dari mereka hampir menyimpang, kemudian Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih Lagi Penyayang kepada mereka.

118. Allah juga menerima taubatnya tiga orang yang ditinggalkan di belakang sehingga bumi yang luas terbentang ini terasa sempit oleh mereka dan mereka rasakan nafas mereka menjadi sesak. Mereka mengetahui bahwa tidak ada tempat berlindung dari siksa Allah melainkan kepada Allah. Kemudian Allah Juga Allah telah menerima taubat tiga orang yang ditinggalkan di belakang, sehingga terasa sempitlah bagi mereka bumi yang terbentang luas ini - sampai di firmanNya yang berarti - Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau semua bersama orang-orang yang benar." (at- Taubah: 117-119) Ka'ab berkata: "Demi Allah, belum pernah Allah mengaruniakan kenikmatan padaku sama sekali setelah saya memperoleh petunjuk dari Allah untuk memeluk Agama Islam ini, yang kenikmatan itu lebih besar dalam perasaan jiwaku, melebihi perkataan benarku yang saya sampaikan kepada Rasulullah s.a.w., sebab saya tidak mendustainya, sehingga andaikata demikian tentulah saya akan rusak sebagaimana kerusakan yang dialami oleh orang-orang yang berdusta - maksudnya ialah kerusakan agama bagi dirinya, akhlak dan lain-lain. Sesungguhnya Allah Ta'ala telah berfirman kepada orang-orang yang berdusta ketika diturunkannya wahyu, yaitu suatu kata-kata terburuk yang pernah diucapkan kepada seseorang. Allah Ta'ala berfirman yang artinya: "Mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, ketika engkau kembali kepada mereka, supaya engkau dapat membiarkan mereka. Sebab itu berpalinglah dari mereka itu, sesungguhnya mereka itu kotor dan tempatnya adalah neraka Jahanam, sebagai pembalasan dari apa yang mereka lakukan. Mereka bersumpah kepadamu supaya engkau merasa senang kepada mereka, tetapi biarpun engkau merasa senang kepada mereka, namun Allah tidak senang kepada kaum yang fasik itu." (at- Taubah: 95-96) Ka'ab berkata: "Kita semua bertiga ditinggalkan, sehingga tidak termasuk dalam urusan golongan orang-orang yang diterima oleh Rasulullah s.a.w. perihal alasan-alasan mereka itu, yaitu ketika mereka juga bersumpah padanya, lalu memberikan janji-janji kepada mereka supaya setia dan memohonkan pengampunan untuk mereka pula. Rasulullah s.a.w. telah mengakhirkan urusan kita bertiga itu sehingga Allah memberikan keputusan dalam peristiwa tersebut." Allah Ta'ala berfirman: "Dan juga kepada tiga orang yang ditinggalkan." Bukannya yang disebutkan di situ yaitu dengan firmanNya "Tiga orang yang ditinggalkan dimaksudkan kita membelakang dari peperangan, tetapi Rasulullah s.a.w. yang meninggalkan kita bertiga tadi dan menunda urusan kita, dengan tujuan untuk memisahkan dari orang-orang yang bersumpah dan mengemukakan alasan-alasan padanya, kemudian menyarmpikan masing-masing keuzurannya dan selanjutnya beliau s.a.w., menerima alasan- alasan mereka tersebut." (Muttafaq 'alaih) Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Bahwasanya Rasulullah s.a.w. keluar untuk berangkat ke peperangan Tabuk pada hari Khamis dan memang beliau s.a.w. suka sekali kalau keluar pada hari Kamis itu." Dalam riwayat lain disebutkan pula: "Beliau s.a.w. tidak datang dari sesuatu perjalanan melainkan di waktu siang di dalam saat dhuhadan jikalau beliau s.a.w. telah datang, maka lebih dulu masuk ke dalam masjid, kemudian bersembahyang dua rakaat lalu duduk di dalamnya." Keterangan: menerima taubat mereka supaya mereka kembali - ke jalan yang benar -. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima taubat lagi Penyayang. 119. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu semua itu bersama-sama orang-orang yang benar - kata-kata serta perbuatannya. Secara jelasnya makna Khullifuu dalam ayat di atas itu ialah: ditangguhkannya tiga orang itu perihal dimaafkannya dan ditundanya untuk diterima taubatnya sehingga limapuluh hari limapuluh malam lamanya. Jadi Khullifuu bukan bermaksud ditinggalkannya orang tiga di atas oleh Rasulullah s.a.w. dan sahabat-sahabatnya ketika tidak mengikuti perang Tabuk. Oleh sebab itu orang lain yang tidak mengikuti perang Tabuk dan berani bersumpah serta mengemukakan alasan-alasan yang beraneka macamnya, lalu dimaafkan oleh Nabi s.a.w. dan tidak ikut dikucilkan, tidak dapat dimasukkan dalam golongan "Tiga orang yang ditinggalkan" tersebut. Jadi diterima atau tidaknya alasan yang mereka kemukakan itu belum dapat dipastikan kebenarannya, sebab yang Maha Mengetahui hanyalah Allah Ta'ala sendiri. )elasnya kalau benar alasannya, tentulah dimaafkan oleh Allah, sedang kalau tidak, tentu saja ada siksanya bagi orang yang berdusta itu, apabila Allah tidak mengampuninya. Adapun tiga orang di atas sudah pasti dimaafkan dan juga telah diterima taubatnya.

22. Dari Abu Nujaid (dengan dhammahnya nun dan fathahnya jim) yaitu lmranbin Hushain al-Khuza'i radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada seorang wanita dari suku Juhainah mendatangi Rasulullah s.a.w. dan ia sedang dalam keadaan hamil kerana perbuatan zina. Kemudian ia berkata: "Ya Rasulullah, saya telah melakukan sesuatu perbuatan yang harus dikenakan had - hukuman - maka tegakkanlah had itu atas diriku." Nabiullah s.a.w. lalu memanggil wali wanita itu lalu bersabda: "Berbuat baiklah kepada wanita ini dan apabila telah melahirkan - kandungannya, maka datanglah padaku dengan membawanya." Wali tersebut melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir - lalu beliau s.a.w. memerintahkan untuk memberi hukuman, wanita itu diikatlah pada pakaiannya, kemudian dirajamlah. Selanjutnya beliau s.a.w. menyembahyangi jenazahnya. Umar berkata pada beliau: "Apakah Tuan menyembahyangi jenazahnya, ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ia telah bertaubat benar-benar, andaikata taubatnya itu dibagikan kepada tujuhpuluh orang dari penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata kerana mencari keridhaan Allah 'Azzawajalla." (Riwayat Muslim)

23. Dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik radhiallahu 'anhum bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata seorang anak Adam - yakni manusia - itu memiliki selembah emas, ia tentu menginginkan memiliki dua lembah dan samasekali tidak akan memenuhi mulutnya kecuali tanah – yaitu setelah mati - dan Allah menerima taubat kepada orang yang bertaubat." (Muttafaq 'alaih)

24. Dan dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah Subhanahu wa Ta'ala tertawa - merasa senang - kepada dua orang yang seorang membunuh pada lainnya, kemudian keduanya dapat memasuki syurga. Yang seorang itu berperang fisabilillah kemudian ia dibunuh, selanjutnya Allah menerima taubat atas orang yang membunuhnya tadi, kemudian ia masuk Islam dan selanjutnya dibunuh pula sebagai seorang syahid." (Muttafaq 'alaih)


Bab 3
Sabar

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang yang beriman, bersabarlah dan cukupkanlah kesabaran itu." (ali-lmran: Allah Ta'ala berfirman pula: "Niscayalah Kami akan memberikan cobaan sedikit kepadamu semua seperti ketakutan, ketaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, kemudian sampaikaniah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (al-Baqarah: 155) Lagi Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang bersabar itu akan dipenuhi pahala mereka dengan tiada hitungannya - kerana amat banyaknya." (az-Zumar: 10) Juga Allah Ta'ala berfirman: "Orang yang bersabar dan suka memaafkan, sesungguhnya hal yang demikian itu niscayalah termasuk pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang teguh." (as-Syura: 43) Allah Ta'ala berfirman pula: "Mintalah pertolongan dengan sabar dan mengerjakan shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar." (al-Baqarah: 153) Lagi Allah Ta'ala berfirman: "Dan sesungguhnya Kami hendak menguji kepadamu semua, sehingga Kami dapat mengetahui siapa di antara engkau semua itu yang benar-benar berjihad dan siapa pula orang-orang yang bersabar." (Muhammad: 31) Ayat-ayat yang mengandung perintah untuk bersabar dan yang menerangkan keutamaan sabar itu amat banyak sekali dan dapat dimaklumi.

25. Dari Abu Malik al-Harits bin Ashim al-Asy'ari r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersuci adalah separuh keimanan dan Alhamdulillah itu memenuhi imbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat memenuhi atau mengisi penuh apa-apa yang ada di antara langit-langit dan bumi. Shalat adalah pahaya, sedekah adalah sebagai tanda - keimanan bagi yang memberikannya - sabar adalah merupakan cahaya pula, al-Quran adalah merupakan hujjah untuk kebahagiaanmu - jikalau mengikuti perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya - dan dapat pula sebagai hujjah atas kemalanganmu - jikalau tidak mengikuti perintah-perintahnya dan suka melanggar larangan-larangannya. Setiap orang itu berpagi-pagi, maka ada yang menjual dirinya - kepada Allah - berarti ia memerdekakan dirinya sendiri - dari siksa Allah Ta'ala itu - dan ada yang merusakkan dirinya sendiri pula - kerana tidak menginginkan keridhaan Allah Ta'ala." (Riwayat Muslim) Keterangan: Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam Hadis ini ialah:
(a) Bersuci yakni menyucikan diri dari hadas dan kotoran.
(b) Memenuhi neraca kerana sangat besar pahalanya, hingga neraca akhirat penuh dengan ucapan itu saja.
(c) Artinya andaikata pahalanya itu dibentuk menjadi jisim yang tampak, pasti dapat memenuhi langit dan bumi.
(d) Shalat adalah cahaya yakni cahaya yang menerangi kita ke jalan yang diridhai Allah. Sebab orang yang tidak suka bersembahyang pasti hati nuraninya tertutup daripada kebenaran yang sesungguh-sungguhnya.
(e) Sedekah yang sunnah atau wajib (zakat) itu merupakan kenyataan yang menunjukkan bahwa orang itu benar-benar telah melakukan perintah Allah.
(f) Al-Quran itu hujjah (keterangan) bagimu yakni membela dirimu kalau engkau suka melakukan isinya. Atau juga keterangan atasmu yakni mencelakakan dirimu yaitu kalau engkau menyalahi apa-apa yang menjadi perintah Allah.
(g) Kita di dunia ini ibarat orang yang sedang dalam bepergian ke lain tempat yang hanya terbatas sekali waktunya. Di tempat itu kita menjual diri yakni memperjuangkan nasib untuk hari depan seterusnya yang kekal yaitu di akhirat. Tetapi di dalam memperjuangkan itu, ada di antara kita yang memerdekakan diri sendiri yakni melakukan semua amat baik dan perintah-perintah Allah, sehingga diri kita merdeka nanti di syurga. Tetapi ada pula yang merusak dirinya sendiri kerana melakukan larangan-larangan Allah hingga rusaklah akhirnya nanti di dalam neraka, amat pedih siksa yang ditemuinya.

26. Dari Abu Said yaitu Sa'ad bin Malik bin Sinan al-Khudri radhiallahu 'anhuma bahwasanya ada beberapa orang dari kaum Anshar meminta - sedekah - kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau memberikan sesuatu pada mereka itu, kemudian mereka meminta lagi dan beliau pun memberinya pula sehingga habislah harta yang ada di sisinya, kemudian setelah habis membelanjakan segala sesuatu dengan tangannya itu beliau bersabda:
"Apa saja kebaikan - yakni harta - yang ada di sisiku, maka tidak sekali-kali akan kusimpan sehingga tidak kuberikan padamu semua, tetapi oleh sebab sudah habis, maka tidak ada yang dapat diberikan. Barangsiapa yang menjaga diri - dari meminta-minta pada orang lain, maka akan diberi rezeki kepuasan oleh Allah dan barangsiapa yang merasa dirinya cukup maka akan diberi kekayaan oleh Allah - kaya hati dan jiwa - dan barangsiapa yang berlaku sabar maka akan dikarunia kesabaran oleh Allah. Tiada seorangpun yang dikaruniai suatu pemberian yang lebih baik serta lebih luas – kegunaannya - daripada karunia kesabaran itu." (Muttafaq 'alaih)

27. Dari Abu Yahya, yaitu Shuhaib bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Amat mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seseorangpun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, iapun bersyukur-|ah, maka hal itu adalah kebaikan baginya,sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan bencana - iapun bersabar dan hal inipun adalah merupakan kebaikan baginya." (Riwayat Muslim)

28. Dari Anas r.a. katanya: "Ketika Nabi s.a.w. sudah berat sakitnya, maka beliaupun diliputi oleh kedukaan - kerana menghadapi sakratulmaut, kemudian Fathimah radhiallahu 'anha berkata: ''Aduhai kesukaran yang dihadapi ayahanda." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Ayahmu tidak akan memperoleh kesukaran lagi sesudah hari ini." Selanjutnya setelah beliau s.a.w. wafat, Fathimah berkata: "Aduhai ayahanda, beliau telah memenuhi panggilan Tuhannya. Aduhai ayahanda, syurga Firdaus adalah tempat kediamannya. Aduhai ayahanda, kepada Jibril kita sampaikan berita wafatnya." Kemudian setelah beliau dikebumikan, Fathimah radhiallahuanha berkata pula: "Hai Anas, mengapa hatimu semua merasa tenang dengan menyebarkan tanah di atas makam Rasulullah s.a.w itu?" Maksudnya: Melihat betapa besar kecintaan para sahabat kepada beliau s.a.w. itu tentunya akan merasa tidak sampai hati mereka untuk menutupi makam Rasulullah s.a.w. dengan tanah. Mendengar ucapan Fathimah radhiallahu 'anha ini, Anas r.a. diam belaka dan tentunya dalam hati ia berkata: "Hati memang tidak sampai berbuat demikian, tetapi sudah demikian itulah yang diperintahkan oleh beliau s.a.w. sendiri." (Riwayat Bukhari)

29. Dari Abu Zaid, yaitu Usamah bin Zaid bin Haritsah, sahaya Rasulullah s.a.w. serta kekasihnya serta putera kekasihnya pula radhiallahu 'anhuma, katanya: "Puteri Nabi s.a.w. mengirimkan berita kepada Nabi s.a.w. -bahwa anakku sudah hampir meninggal dunia, maka dari itu diminta supaya menyaksikan keadaan kita." Kita: yakni yang akan meninggal serta yang sedang menungguinya. Beliau lalu mengirimkan kabar sambil menyampaikan salam, katanya: "Sesungguhnya bagi Allah adalah apa yang Dia ambil dan bagiNya pula apa yang Dia berikan dan segala sesuatu di sampingnya itu adalah dengan ajal yang telah ditentukan, maka hendaklah bersabar dan berniat mencari keridhaan Allah."
Puteri Nabi s.a.w. mengirimkan berita lagi serta bersumpah nadanya supaya beliau suka mendatanginya dengan sungguh-sungguh. Beliau s.a.w. lalu berdiri dan disertai oleh Sa'ad bin Ubadah, Mu'az bin Jabal, Ubai bin Ka'ab dan Zaid bin Tsabit dan beberapa orang lelaki lain radhiallahu 'anhum. Anak kecil itu lalu disampaikan kepada Rasulullah s.a.w., kemudian diletakkannya di atas pangkuannya sedang nafas anak itu terengah-engah. Kemudian melelehlah airmata dari kedua mata beliau s.a.w. itu. Sa'ad berkata: "Hai Rasulullah, apakah itu?" Beliau s.a.w. menjawab: "Airmata ini adalah sebagai kesan dari kerahmatan Allah Ta'ala dalam hati para hambaNya." Dalam riwayat lain disebutkan: "Dalam hati siapa saja yang disukai olehNya daripada hambaNya. Hanya saja Allah itu merah-mati dari golongan hamba-hambaNya yakni orang- orang yang menaruh belas kasihan - pada sesamanya." (Muttafaq 'alaih) Makna Taqa'qa'u ialah bergerak dan bergoncang keras (berdebar-debar).

30. Dari Shuhaib r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dahulu ada seorang raja dari golongan ummat yang sebelum engkau semua, ia mempunyai seorang ahli sihir. Setelah penyihir itu tua, ia berkata kepada raja: "Sesungguhnya saya ini telah tua, maka itu kirimkanlah padaku seorang anak yang akan saya beri pelajaran ilmu sihir." Kemudian raja itu mengirimkan padanya seorang anak untuk diajarinya. Anak ini di tengah perjalanannya apabila seseorang rahib -pendeta Nasrani - berjalan di situ, iapun duduklah padanya dan mendengarkan ucapan-ucapannya. Apabila ia telah datang di tempat penyihir - yakni dari pelajarannya, iapun melalui tempat rahib tadi dan terus duduk di situ - untuk mendengarkan ajaran-ajaranTuhan yang disampaikan olehnya. Selanjutnya apabila dating di tempat penyihir, iapun dipukul olehnya - kerana kelambatandatangnya. Hal yang sedemikian itu diadukan oleh anak itu kepada rahib, lalu rahib berkata: "Jikalau engkau takut pada penyihir itu, katakanlah bahwa engkau ditahan oleh keluargamu dan jikalau engkau takut pada keluargamu, maka katakanlah bahwa engkau ditahan oleh penyihir." Pada suatu ketika di waktu ia dalam keadaan yang sedemikian itu, lalu tibalah ia di suatu tempat dan di situ ada seekor binatang yang besar dan menghalang-halangi orang banyak - untuk berlalu di jalanan itu. Anak itu lalu berkata: "Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah pendeta itu yang lebih baik?" Iapun lalu mengambil sebuah batu kemudian berkata: "Ya Allah, apabila perkara pendeta itu lebih dicintai di sisiMu daripada perkara penyihir, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang- orang banyak dapat berlalu." Selanjutnya binatang itu dilemparnya dengan batu tadi, kemudian dibunuhnya dan orang-orang pun berlalulah. Ia lalu mendatangi rahib dan memberitahukan hal tersebut. Rahib itupun berkata: "Hai anakku, engkau sekarang adalah lebih mulia daripadaku sendiri. Keadaanmu sudah sampai di suatu tingkat yang saya sendiri dapat memakluminya.Sesungguhnya engkau akan terkena cobaan, maka jikalau engkau terkena cobaan itu, janganlah menunjuk kepadaku." Anak itu lalu dapat menyembuhkan orang buta dan berpenyakit lepra serta dapat mengobati orang banyak dari segala macam penyakit. Hal itu didengar oleh kawan seduduk - yakni sahabat karib - raja yang telah menjadi buta. Ia datang pada anak itu dengan membawa beberapa hadiah yang banyak jumlahnya, kemudian berkata: "Apa saja yang ada di sisimu ini adalah menjadi milikmu, apabila engkau dapat menyembuhkan aku." Anak itu berkata: "Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan siapapun, hanyasanya Allah Ta'ala yang dapat menyembuhkannya. Maka jikalau Tuan suka beriman kepada Allah Ta'ala, saya akan berdoa kepada Allah, semoga Dia suka menyembuhkan Tuan. Kawan raja itu lalu beriman kepada Allah Ta'ala, kemudian Allah menyembuhkannya. Ia lalu mendatangi raja terus duduk di dekatnya sebagaimana duduknya yang sudah-sudah. Raja kemudian bertanya: "Siapakah yang mengembalikan penglihatanmu itu?" Maksudnya: Siapakah yang menyembuhkan butamu itu? Kawannya itu menjawab: "Tuhanku." Raja bertanya: "Adakah engkau mempunyai Tuhan lain lagi selain dari diriku?" Ia menjawab: "Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah." Kawannya itu lalu ditindak oleh raja tadi dan terus-menerus diberikan siksaan padanya, sehingga kawannya itu menunjuk kepada anak yang menyebabkan kesembuhannya. Anak itupun didatangkan. Raja berkata padanya: "Hai anakku, kiranya sihirmu sudah sampai ke tingkat dapat menyembuhkan orang buta dan yang berpenyakit lepra dan engkau dapat melakukan ini dan dapat pula melakukan itu." Anak itu berkata: "Sesungguhnya saya tidak dapat menyembuhkan seseorangpun, hanyasanya Allah Ta'ala jualah yang menyembuhkannya." Anak itupun ditindaknya, dan terus-menerus diberikan siksaan padanya, sehingga ia menunjuk kepada pendeta. Pendetapun didatangkan, kemudian kepadanya dikatakan: "Kembalilah dari agamamu!" Maksudnya supaya meninggalkan agama Nasrani dan beralih menyembah raja dan patung- patung. Pendeta itu enggan mengikuti perintahnya. Raja meminta supaya diberi gergaji, kemudian diletakkanlah gergaji itu di tengah kepalanya. Kepala itu dibelahnya sehingga jatuhlah kedua belahan kepala tersebut. Selanjutnya didatangkan pula kawan seduduk raja dahulu itu, lalu kepadanya dikatakan: "Kembalilah dari agamamu itu!"Iapun enggan menuruti perintahnya. Kemudian diletakkan pulalah gergaji itu di tengah kepalanya lalu dibelahnya, sehingga jatuhlah kedua belahannya itu. Seterusnya didatangkan pulalah anak itu. Kepadanya dikatakan: "Kembalilah dari agamamu." la pun menolak ajakannya. Kemudian anak itu diberikan kepada sekeIompok sahabatnya lalu berkata: "Pergilah membawa anak ini ke gunung ini atau itu, naiklah dengannya ke gunung itu. Jikalau engkau semua telah sampai di puncaknya, maka apabila anak ini kembali dari agamanya, bolehlah engkau lepaskan, tetapi jika tidak, maka lemparkanlah ia dari atas gunung itu." Sahabat- sahabatnya itu pergi membawanya, kemudian menaiki gunung, lalu anak itu berkata: "Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan kehendakMu." Kemudian gunung itupun bergerak keras dan orang-orang itu jatuhlah semuanya. Anak itu lalu berjalan menuju ke tempat raja. Raja berkata: "Apa yang dilakukan oleh kawan-kawanmu?" Ia menjawab: "Allah Ta'ala telah melepaskan aku dari tindakan mereka. Anak tersebut terus diberikan kepada sekelompok sahabat-sahabatnya yang lain lagi dan berkata: "Pergilah dengan membawa anak ini daiam sebuah tongkang dan berlayarlah sampai di tengah lautan. Jikalau ia kembali dari agamanya - maka lepaskanlah ia, tetapi jika tidak, maka lemparkanlah ke lautan itu." Orang-orang bersama-sama pergi membawanya, lalu anak itu berkata: "Ya Allah, lepaskanlah hamba dari orang-orang ini dengan kehendakMu." Tiba-tiba tongkang itu terbalik, maka tenggelamlah semuanya. Anak itu sekali lagi berjalan ke tempat raja. Rajapun berkatalah: "Apakah yang dikerjakan oleh kawan-kawanmu?" Ia menjawab: "Allah Ta'ala telah melepaskan aku dari tindakan mereka." Selanjutnya ia berkata pula pada raja: "Tuan tidak dapat membunuh saya, sehingga Tuan suka melakukan apa yang kuperintahkan." Raja bertanya: "Apakah itu?" Ia menjawab: "Tuan kumpulkan semua orang di lapangan menjadi satu dan Tuan salibkan saya di batang pohon, kemudian ambillah sebatang anak panah dari tempat panahku ini, lalu letakkanlah anak panah itu pada busurnya, lalu ucapkanlah: "Dengan nama Allah, Tuhan anak ini," terus lemparkanlah anak panah itu. Sesungguhnya apabila Tuan mengerjakan semua itu, tentu Tuan dapat membunuhku." Raja mengumpulkan semua orang di suatu padang luas. Anak itu disalibkan pada sebatang pohon, kemudian mengambil sebuah anak panah dari tempat panahnya, lalu meletakkan anak panah di busur, terus mengucapkan: "Dengan nama Allah, Tuhan anak ini." Anak panah dilemparkan dan jatuhlah anak panah itu pada pelipis anak tersebut. Anak itu meletakkan tangannya di pelipisnya, kemudian meninggal dunia. Orang-orang yang berkumpul itu sama berkata: "Kita semua beriman kepada Tuhannya anak ini." Raja didatangi dan kepadanya dikatakan: "Adakah Tuan mengetahui apa yang selama ini Tuan takutkan? Benar-benar, demi Allah, apa yang Tuan takutkan itu telah tiba - yakni tentang keimanan seluruh rakyatnya. Orang-orang semuanya telah beriman." Raja memerintahkan supaya orang-orang itu digiring di celah-celah bumi - yang bertebing dua kanan-kiri - yaitu di pintu lorong jalan. Celah-celah itu dibelahkan dan dinyalakan api di situ, Ia berkata: "Barangsiapa yang tidak kembali dari agamanya, maka lemparkanlah ke dalam celah-celah itu," atau dikatakan: "Supaya melemparkan dirinya sendiri ke dalamnya." Orang banyak melakukan yang sedemikian itu - sebab tidak ingin kembali menjadi kafir dan musyrik lagi, sehingga ada seorang wanita yang datang dengan membawa bayinya. Wanita ini agaknya ketakutan hendak menceburkan diri ke dalamnya. Bayinya itu lalu berkata: "Hai ibunda, bersabarlah, kerana sesungguhnya ibu adalah menetapi atas kebenaran." (Riwayat Muslim) Dzirwatul jabal artinya puncaknya gunung. Ini boleh dibaca dengan kasrahnya dzal mu'jamah atau dhammahnya. Alqurquur dengan didhammahkannya kedua qafnya, adalah suatu macam dari golongan perahu. Ashsha'id di sini artinya bumi yang menonjol (bukit). Alukhduud ialah beberapa belahan di bumi seperti sungai kecil. Adhrama artinya menyalakan. Inkafa-at artinya berubah. Taqaa-'asat, artinya terhenti atau tidak berani maju dan pula merasa ketakutan.

31. Dari Anas r.a., katanya: "Nabi s.a.w. berjalan melalui seorang wanita yang sedang menangis di atas sebuah kubur. Beliau bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah!" Wanita itu berkata: "Ah, menjauhlah daripadaku, kerana Tuan tidak terkena mushibah sebagaimana yang mengenai diriku dan Tuan tidak mengetahui mushibah apa itu." Wanita tersebut diberitahu – oleh sahabat beliau s.a.w. - bahwa yang diajak bicara tadi adalah Nabi s.a.w. Ia lalu mendatangi pintu rumah Nabi s.a.w. tetapi di mukanya itu tidak didapatinya penjaga-penjaga pintu. Wanita itu lalu berkata: "Saya memang tidak mengenai Tuan - maka itu maafkan pembicaraanku tadi." Kemudian beliau s.a.w. bersabda:
"Hanyasanya bersabar - yang sangat terpuji - itu ialah di kala mendadaknya kedatangan mushibah yang pertama." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Muslim disebutkan: "Wanita itu menangisi anak kecilnya - yang mati." Keterangan: Maksud "Mendadaknya kedatangan mushibah yang pertama," bukan berarti ketika mendapatkan mushibah yang pertama kali dialami sejak hidupnya, tetapi di saat baru terkena mushibah itu ia bersabar, baik mushibah itu yang pertama kalinya atau keduanya, ketiganya dan selanjutnya. Jadi kalau sesudah sehari atau dua hari baru ia mengatakan: "Aku sekarang sudah berhati sabar tertimpa mushibah yang kemarin itu," maka ini bukannya sabar pada pertama kali, sebab sudah terlambat.

32. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasululiah s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Tidak ada balasan bagi seseorang hambaKu yang mu'min di sisiKu, di waktu Aku mengambil - mematikan - kekasihnya dari ahli dunia, kemudian ia mengharapkan keridhaan Allah, melainkan orang itu akan mendapatkan syurga." (Riwayat Bukhari)

33. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya ia bertanya kepada Rasululiah s.a.w. perihal penyakit taun, lalu beliau memberi-tahukannya bahwa sesungguhnya taun itu adalah sebagai siksaan yang dikirimkan oleh Allah Ta'ala kepada siapa saja yang dikehendaki olehNya, tetapi juga sebagai kerahmatan yang dijadikan oleh Allah Ta'ala kepada kaum mu'minin. Maka tidak seorang hambapun yang tertimpa oleh taun, kemudian menetap di negerinya sambil bersabar dan mengharapkan keridhaan Allah serta mengetahui pula bahwa taun itu tidak akan mengenainya kecuali kerana telah ditetapkan oleh Allah untuknya, kecuali ia akan memperoleh seperti pahala orang yang mati syahid." (Riwayat Bukhari)

34. Dari Anas r.a., katanya: "Saya mendengar Rasululiah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah 'Azzawajalla berfirman: "Jikalau Aku memberi cobaan kepada hambaKu dengan melenyapkan kedua matanya - yakni menjadi buta, kemudian ia bersabar, maka untuknya akan Kuberi ganti syurga kerana kehilangan keduanya yakni kedua matanya itu." (Riwayat Bukhari)

35. Dari 'Atha' bin Abu Rabah, katanya: "Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma mengatakan padaku: "Apakah engkau suka saya tunjukkan seorang wanita yang tergolong ahli syurga?" Saya berkata: "Baiklah." Ia berkata lagi: "Wanita hitam itu pernah datang kepada Nabi s.a.w. lalu berkata: "Sesungguhnya saya ini terserang oleh penyakit ayan dan oleh sebab itu lalu saya membuka aurat tubuhku. Oleh kerananya haraplah Tuan mendoakan untuk saya kepada Allah - agar saya sembuh." Beliau s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau suka hendaklah bersabar saja dan untukmu adalah syurga, tetapi jikalau engkau suka maka saya akan mendoakan untukmu kepada Allah Ta'ala agar penyakitmu itu disembuhkan olehNya." Wanita itu lalu berkata: "Saya bersabar," lalu katanya pula: "Sesungguhnya kerana penyakit itu, saya membuka aurat tubuh saya. Kalau begitu sudilah Tuan mendoakan saja untuk saya kepada Allah agar saya tidak sampai membuka aurat tubuh itu." Nabi s.a.w. lalu mendoakan untuknya - sebagaimana yang dikehendakinya itu." (Muttafaq 'alaih)

36. Dari Abu Abdur Rahman, yaitu Abdullah bin Mas'ud r.a. katanya: "Seakan-akan saya melihat kepada Rasulullah s.a.w. sedang menceriterakan tentang seorang Nabi dari sekian banyak Nabi-nabi shalawatuliah wa salamuhu 'alaihim. Beliau dipukuli oleh kaumnya, sehingga menyebabkan keluar darahnya dan Nabi tersebut mengusap darah dari wajahnya sambil mengucapkan: "Ya Allah ampunilah kaum hamba itu, sebab mereka itu memang tidak mengerti." (Muttafaq 'alaih)

37. Dari Abu Said dan Abu Hurairah radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidak suatupun yang mengenai seseorang muslim - sebagai mushibah - baik dari kelelahan, tidak pula sesuatu yang mengenainya yang berupa kesakitan, juga kesedihan yang akan datang ataupun yang lampau, tidak pula yang berupa hal yang menyakiti - yakni sesuatu yang tidak mencocoki kehendak hatinya, ataupun kesedihan - segala macam dan segala waktunya, sampaipun sebuah duri yang masuk dalam anggota tubuhnya, melainkan Allah menutupi kesalahan-kesalahannya dengan sebab apa-apa yang mengenainya-yakni sesuai dengan mushibah yang diperolehnya- itu." (Muttafaq 'alaih) Keterangan: Kesakitan apapun yang diderita oleh seseorang mu'min, ataupun bencana dalam bentuk bagaimana yang ditemui olehnya itu dapat membersihkan dosa-dosanya dan berpahalalah ia dalam keadaan seperti itu, tetap bersabar dan tabah. Sebaliknya jikalau tidak sabar dan uring-uringan serta mengeluarkan kata-kata yang tidak sopan, maka bukan pahala yang didapatkan, tetapi makin menambah besarnya dosa. Oleh sebab itu jikalau kita tertimpa oleh kesakitan atau malapetaka, jangan sampai malahan melenyapkan pahala yang semestinya kita peroleh.

38. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: Saya memasuki tempat Nabi s.a.w. dan beliau sedang dihinggapi penyakit panas. Saya lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Tuan dihinggapi penyakit panas yang amat sangat." Beliau kemudian bersabda: "Benar, sesungguhnya saya terkena panas sebagaimana panas dua orang dari engkau semua yang menjadi satu." Saya berkata lagi: "Kalau demikian Tuan tentulah mendapatkan dua kali pahala." Beliau bersabda: "Benar, demikianlah memang keadaannya, tiada seorang Muslimpun yang terkena oleh sesuatu kesakitan, baik itu berupa duri ataupun sesuatu yang lebih dari itu, melainkan Allah pasti menutupi kesalahan-kesalahannya dengan sebab mushibah yang mengenainya tadi dan diturunkanlah dosa-dosanya sebagaimana sebuah pohon menurunkan daunnya - dan ini jikalau disertai kesabaran." Alwa'ku yaitu sangatnya panas (dalam tubuh sebab sakit), tetapi ada yang mengatakan panas (biasa).

39. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa oleh Allah dikehendaki akan memperoleh kebaikan, maka Allah akan memberikan mushibah padanya-baik yang mengenai tubuhnya, hartanya ataupun apa-apa yang menjadi kekasihnya." (Riwayat Bukhari)
Para ulama mencatat: Yushab, boleh dibaca fathah shadnya dan boleh pula dikasrahkan, (lalu dibaca yushib).

40. Dari Anas r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah seseorang dari engkau semua itu mengharap-harapkan tibanya kematian dengan sebab adanya sesuatu bahaya yang mengenainya. Tetapi jikalau ia terpaksa harus berbuat demikian maka hendaklah mengatakan: "Ya Allah, tetapkanlah aku hidup selama kehidupanku itu masih merupakan kebaikan untukku dan matikanlah aku apabila kematian itu merupakan kebaikan untukku." (Muttafaq 'alaih)

41. Dari Abu Abdullah, yaitu Khabbab bin Aratti r.a., katanya: "Kita mengadu kepada Rasulullah s.a.w. dan beliau ketika itu meletakkan pakaian burdahnya di bawah kepalanya sebagai bantal dan berada di naungan Ka'bah, kita berkata: Mengapa Tuan tidak memohonkan pertolongan - kepada Allah - untuk kita, sehingga kita menang? Mengapa Tuan tidak berdoa sedemikian itu untuk kita?" Beliau lalu bersabda:
"Pernah terjadi terhadap orang-orang sebelummu - yakni zaman Nabi-nabi yang lalu, yaitu ada seorang yang diambil - oleh musuhnya, kerana ia beriman, kemudian digalikanlah tanah untuknya dan ia diletakkan di dalam tanah tadi, selanjutnya didatangkanlah sebuah gergaji dan ini diletakkan di atas kepalanya, seterusnya kepalanya itu dibelah menjadi dua. Selain itu iapun disisir dengan sisir yang terbuat dari besi yang dikenakan di bawah daging dan tulangnya, semua siksaan itu tidak memalingkan ia dari agamanya -yakni ia tetap beriman kepada Allah. Demi Allah niscayalah Allah sungguh akan menyempurnakan perkara ini - yakni Agama Islam, sehingga seseorang yang berkendaraan yang berjalan dari Shan'a ke Hadhramaut tidak ada yang ditakuti melainkan Allah atau kerana takut pada serigala atas kambingnya - sebab takut sedemikian ini lumrah saja. Tetapi engkau semua itu hendak bercepat-cepat saja." (Riwayat Bukhari) Dalam riwayat lain diterangkan: "Beliau saat itu sedang berbantal burdahnya, padahal kita telah memperoleh kesukaran yang amat sangat dari kaum musyrikin."

42. Dari Ibnu Mas'ud r.a., katanya: "Ketika hari peperangan Hunain, Rasulullah s.a.w. melebihkan - mengutamakan - beberapa orang dalam pemberian pembagian - harta rampasan, lalu mem-berikan kepada al-Aqra' bin Habis seratus ekor unta dan memberikan kepada 'Uyainah bin Hishn seperti itu pula - seratus ekor unta, juga memberikan kepada orang-orang yang termasuk bangsawan Arab dan mengutamakan dalam cara pembagian kepada mereka tadi. Kemudian ada seoranglelaki berkata: "Demi Allah, pembagian secara ini, sama sekali tidak ada keadilannya dan agaknya tidak dikehendaki untuk mencari keridhaan Allah." Saya lalu berkata: "Demi Allah, hal ini akan saya beritahukan kepada Rasulullah s.a.w." Saya pun mendatanginya terus memberitahukan kepadanya tentang apa-apa yang dikatakan oleh orang itu. Maka berubahlah warna wajah beliau sehingga menjadi semacam sumba merah - merah padam kerana marah - lalu bersabda: "Siapakah yang dapat dinamakan adil, jikalau Allah dan RasulNya dianggap tidak adil juga." Selanjutnya beliau bersabda: "Allah merahmati Nabt Musa. Ia telah disakiti dengan cara yang lebih sangat dari ini, tetapi ia tetap sabar." Saya sendiri berkata: "Ah, semestinya saya tidak memberitahukan dan saya tidak akan mengadukan lagi sesuatu pembicaraanpun setelah peristiwa itu kepada beliau lagi." (Muttafaq 'alaih) Sabda Nabi s.a.w. Kashshirfi dengan kasrahnya shad muhmalah, artinya sumba merah.

43. Dari Anas r.a., berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau Allah menghendaki kebaikan pada seseorang hambaNya, maka ia mempercepatkan suatu siksaan - penderitaan - sewaktu dunia, tetapi jikalau Allah menghendaki keburukan pada se-seorang hambaNya,
maka orang itu dibiarkan sajalah dengan dosanya, sehingga nanti akan dipenuhkan balasan - siksaannya - hari kiamat." Dan Nabi s.a.w. bersabda - juga riwayat Anas r.a.: "Sesungguhnya besarnya balasan - pahala - itu menilik besarnya bala' yang menimpa dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka mereka itu diberi cobaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang rela - menerima bala' tadi, ia akan memperoleh keridhaan dari Allah dan barangsiapa yang uring-uringan maka ia memperoleh kemurkaan Allah pula." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini Hadis hasan.

44. Dari Anas r.a., katanya: "Abu Thalhah itu mempunyai seorang putera yang sedang menderita sakit. Abu Thalhah keluar pergi - menghadap Nabi s.a.w., kemudian anaknya itu dicabutlah ruhnya - yakni meninggal dunia. Ketika Abu Thalhah kembali -waktu itu ia sedang berpuasa, ia berkata: "Bagaimanakah keadaan anakku?" Ummu Sulaim, yaitu ibu anak tersebut - jadi isterinya Abu Thalhah - menjawab: "Ia dalam keadaan yang setenang- tenangnya." Isterinya itu lalu menyiapkan makanan malam untuknya kemudian Abu Thalhah pun makan malamlah, selanjutnya ia menyetubuhinya isterinya itu. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata: "Makamkanlah anak itu." Setelah menjelang pagi harinya Abu Thalhah mendatangi Rasulullah s.a.w., lalu memberitahukan hal tersebut - kematiannya anaknya yang ia baru mengerti setelah selesai tidur bersama isterinya. Kemudian Nabi bersabda: "Adakah engkau berdua bersetubuh tadi malam?" Abu Thalhah menjawab: "Ya." Beliau lalu bersabda pula: "Ya Allah, berikanlah keberkahan pada kedua orang ini -yakni Abu Thalhah dan isterinya. Selanjutnya Ummu Suiaim itu melahirkan seorang anak lelaki lagi. Abu Thalhah lalu berkata padaku - aku di sini ialah Anas r.a. yang meriwayatkan Hadis ini: "Bawalah ia sehingga engkau datang di tempat Nabi s.a.w. dan besertanya kirimkanlah beberapa biji buah kurma. Nabi s.a.w. bersabda: "Adakah besertanya sesuatu benda?" Ia - Anas- menjawab: "Ya.ada beberapa biji buah kurma." Buah kurma itu diambil oleh Nabi s.a.w. lalu dikunyahnya kemudian diambillah dari mulutnya, selanjutnya dimasukkanlah dalam mulut anak tersebut. Setelah itu digosokkan di langit-langit mulutnya dan memberinya nama Abdullah." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat Bukhari disebutkan demikian: Ibnu 'Uyainah berkata: "Kemudian ada seorang dari golongan sahabat Anshar berkata: "Lalu saya melihat sembilan orang anak lelaki yang semuanya dapat membaca dengan baik dan hafal akan al-Quran, yaitu semuanya dari anak-anak Abdullah yang dilahirkan hasil peristiwa malam dahulu itu. Dalam riwayat Muslim disebutkan: "Anak Abu Thalhah dari Ummu Sulaim meninggal dunia, lalu isterinya itu berkata kepada seluruh keluarganya: "Janganlah engkau semua memberitahukan hal kematian anak itu kepada Abu Thalhah, sehingga aku sendirilah yang hendak memberitahukannya nanti." Abu Thalhah - yang saat itu bepergian - lalu datanglah, kemudian isterinya menyiapkan makan malam untuknya dan iapun makan dan minumlah. Selanjutnya isterinya itu memperhias diri dengan sebaik-baik hiasan yang ada padanya dan bahkan belum pernah berhias semacam itu sebelum peristiwa tersebut. Seterusnya Abu Thalhah menyetubuhi isterinya. Sewaktu isterinya telah mengetahui bahwa suaminya telah kenyang dan selesai menyetubuhinya, iapun berkatalah pada Abu Thalhah: "Bagaimanakah pendapat kanda, jikalau sesuatu kaum meminjamkan sesuatu yang dipinjamkannya kepada salah satu keluarga, kemudian mereka meminta kembalinya apa yang dipinjamkannya. Patutkah keluarga yang meminjamnya itu menolak untuk mengembalikannya benda tersebut kepada yang meminjaminya?" Abu Thalhah menjawab: "Tidak boleh menolaknya - yakni harus menyerahkannya." Kemudian berkata pula isterinya: "Nah, perhitungkanlah bagaimana pinjaman itu jikalau berupa anakmu sendiri?" Abu Thalhah lalu marah-marah kemudian berkata: "Engkau biarkan aku tidak Shalih mengetahui - kematian anakku itu, sehingga setelah aku terkena kotoran - maksudnya kotoran bekas bersetubuh, lalu engkau beritahukan hal anakku itu padaku." Iapun lalu berangkat sehingga datang di tempat Rasulullah s.a.w. lalu memberitahukan segala sesuatu yang telah terjadi, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Semoga Allah memberikan keberkahan kepadamu berdua dalam malammu itu." Anas r.a. berkata: "Kemudian isterinya hamil." Anas r.a. melanjutkan katanya: "Rasulullah s.a.w. sedang dalam bepergian dan Ummu Sulaim itu menyertainya pula - bersama suaminya juga. Rasulullah s.a.w. apabila datang di Madinah di waktu malam dari bepergian, tidak pernah mendatangi rumah keluarganya malam-malam. Ummu Sulaim tiba- tiba merasa sakit kerana hendak melahirkan, maka oleh kerana Abu Thalhah tertahan - yakni tidak dapat terus mengikuti Nabi s.a.w. Rasulullah s.a.w. terus berangkat." Anas berkata: "Setelah itu Abu Thalhah berkata: "Sesungguhnya Engkau tentulah Maha Mengetahui, ya Tuhanku, bahwa saya ini amat tertarik sekali untuk keluar bepergian bersama-sama Rasulullah s.a.w. di waktu beliau keluar bepergian dan untuk masuk -tetap di negerinya - bersama-sama dengan beliau di waktu beliau masuk. Sesungguhnya saya telah tertahan pada saat ini dengan sebab sebagaimana yang Engkau ketahui." Ummu Sulaim ialu berkata: "Hai Abu Thalhah, saya tidak menemukan sakitnya hendak melahirkan sebagaimana yang biasanya saya dapatkan - jikaiau hendak melahirkan anak. Maka itu berangkatlah. Kitapun - maksudnya Rasulullah s.a.w., Abu Thalhah dan isterinya - berangkatlah, Ummu Sulaim sebenarnya memang merasakan sakit hendak melahirkan, ketika keduanya itu datang, lalu melahirkan seorang anak lelaki. Ibuku - yakni ibu Anas r.a. - berkata padaku - pada Anas r.a.: "Hai Anas, janganlah anak itu disusui oleh siapapun sehingga engkau pergi pagi-pagi besok dengan membawa anak itu kepada Rasulullah s.a.w." Ketika waktu pagi menjelma, saya - Anas r.a. - membawa anak tadi kemudian pergi dengannya kepada Rasulullah s.a.w. Ia lalu meneruskan ceritera Hadis ini sampai selesainya. Keterangan: Hadis di atas itu memberikan kesimpulan tentang sunnahnya melipur orang yang sedang dalam kedukaan agar berkurang kesedihan hatinya, juga bolehnya memalingkan sesuatu persoalan kepada persoalan yang lain lebih dulu, untuk ditujukan kepada hal yang dianggap penting, sebagaimana perilaku isteri Abu Thalhah kepada suaminya. Ini tentu saja bila amat diperlukan untuk berbuat sedemikian itu. Sementara itu Hadis di atas juga menjelaskan akan sunnahnya seseorang isteri berhias seelok-eloknya agar suaminya tertarik padanya dan tidak sampai terpesona oleh wanita lain, sehingga menyebabkan terjerumusnya suami itu dalam kemesuman yang diharamkan oleh agama. Demikian pula isteri dianjurkan sekali untuk berbuat segala hal yang dapat menggembirakan suami dan melayaninya dengan hati penuh kelapangan serta wajah berseri- seri, baik dalam menyiapkan makanan dan hidangan sehari-hari ataupun dalam seketiduran. Jadi salah sekali, apabila seseorang wanita itu malahan berpakaian serba kusut ketika di rumah, tetapi di saat keluar rumah lalu bersolek seindah-indahnya.Juga salah pula apabila seorang isteri itu kurang memperhatikan keadaan dan selera suaminya dalam hal makan minumnya, ataupun dalam cara melayaninya dalam persetubuhan.

45. Dari Abu Hurariah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bukanlah orang yang keras - kuat - itu dengan banyaknya berkelahi, hanyasanya orang-orang yang keras - kuat -ialah orang yang dapat menguasai dirinya di waktu sedang marah-marah." (Muttafaq 'alaih) Ashshura-ah dengan dhammahnya shad dan fathahnya ra', menurut asalnya bagi bangsa Arab, artinya ialah orang yang suka sekali menyerang atau membanting orang banyak (sampai terbaring atau tidak sadarkan diri).

46. Dari Sulaiman bin Shurad r.a., katanya: "Saya duduk bersama Nabi s.a.w. dan di situ ada dua orang yang saling bermaki-makian antara seorang dengan kawannya. Salah seorang dari keduanya itu telah merah padam mukanya dan membesarlah urat lehernya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saja niscayalah mengetahui suatu kalimat yang apabila diucapkannya, tentulah hilang apa yang ditemuinya -kemarahannya, yaitu andaikata ia mengucapkan: "A'udzu billahi minasy syaithanir rajim," tentulah lenyap apa yang ditemuinya itu. Orang- orang lalu berkata padanya - orang yang merah padam mukanya tadi: "Sesungguhnya Nabi s.a.w. bersabda: "Mohonlah perlindungan kepada Allah dari syaitan yang direjam." (Muttafaq 'alaih)

47. Dari Mu'az bin Anas r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia kuasa untuk meneruskannya - melaksanakannya - maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengundangnya di hadapan kepala - yakni disaksikan -sekalian makhluk pada hari kiamat, sehingga disuruhnya orang itu memilih bidadari-bidadari yang membelalak matanya dengan sesuka hatinya." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

48. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ada seorang lelaki berkata kepada Nabi s.a.w.: "Berilah wasiat padaku." Beliau s.a.w. bersabda: "Jangan marah." Orang itu mengutanginya berkali-kali tetapi beliau s.a.w. tetap bersabda: "janganlah marah." (Riwayat Bukhari) Keterangan: Yang perlu dijelaskan sehubungan dengan Hadis ini ialah: (a) Orang yang bertanya itu menurut riwayat ada yang mengatakan dia itu ialah Ibnu Umar, ada yang mengatakan Haritsah atau Abuddarda'. Mungkin juga memang banyak yang bertanya demikian itu.
(b) Kita dilarang marah ini apabila berhubungan dengan sesuatu yang hanya mengenai hak diri kita sendiri atau hawa nafsu. Tetapi kalau berhubungan dengan hak-hak Allah, maka wajib kita pertahankan sekeras-kerasnya, misalnya agama Allah dihina orang, al-Quran diinjak-injak atau dikencingi, alim ulama diolok-olok padahal tidak bersalah dan lain-lain sebagainya. (c) Yang bertanya itu mengulangi berkali-kali seolah-olah meminta wasiat yang lebih penting, namun beliau tidak menambah apa-apa. Hal ini kerana menahan marah itu sangat besar manfaat dan faedahnya. Cobalah kalau kita ingat-ingat, bahwa timbulnya semua kerusakan di dunia ini sebagian besar ialah kerana manusia ini tidak dapat mengekang hawa nafsu dan syahwatnya, tidak suka menahan marah, sehingga menimbulkan darah mendidih dan akhirnya ingin menghantam dan membalas dendam.

49. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak henti-hentinya bencana - bala' - itu mengenai seseorang mu'min, lelaki atau perempuan, baik dalam dirinya sendiri, anaknya ataupun hartanya, sehingga ia menemui Allah Ta'ala dan di atasnya tidak ada lagi sesuatu kesalahanpun." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.

50. Dari ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: 'Uyainah bin Hishn datang - di Madinah, kemudian turun - sebagai tamu - pada anak saudaranya - sepupunya - yaitu Alhur bin Qais. Alhur 'Adalah salah seorang dari sekian banyak orang-orang yang didekat-kan oleh Umar r.a. - yakni dianggap sebagai orang dekat dan sering diajak bermusyawarah, kerana para ahli baca al-Quran - yang pandai maknanya - adalah menjadi sahabat-sahabat yang menetap di majlis Umar r.a. serta orang-orang yang diajak bermusyawarah olehnya, baik orang-orang tua maupun yang masih muda-muda usianya. 'Uyainah berkata kepada sepupunya: "Hai anak saudaraku engkau mempunyai wajah - banyak diperhatikan - di sisi Amirul mu'minin ini. Cobalah meminta izin padanya supaya aku dapat menemuinya. Saudaranya itu memintakan izin untuk 'Uyainah lalu Umarpun mengizinkannya. Setelah 'Uyainah masuk, lalu ia berkata: "Hati-hatilah,hai putera Alkhaththab - yaitu Umar, demi Allah, tuan tidak memberikan banyak pemberian - kelapangan hidup - pada kita dan tidak pula tuan memerintah di kalangan kita dengan keadilan." Umar r.a. marah sehingga hampir-hampir saja akan menjatuhkan hukuman padanya. Alhur kemudian berkata: "Ya Amirul mu'minin, sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman kepada NabiNya s.a.w. - yang artinya: "Berilah maaf, perintahlah kebaikan dan berpalinglah - jangan menghiraukan - pada orang-orang yang bodoh." Dan ini - yakni 'Uyainah - adalah termasuk golongan orang-orang yang bodoh. Demi Allah, Umar tidak pernah melaluinya - melanggarnya - di waktu Alhur membacakan itu. Umar adalah seorang yang banyak berhentinya - amat mematuhi - di sisi Kitabullah Ta'ala. (Riwayat Bukhari)

51. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya saja akan terjadi sesudahku nanti cara mementingkan diri sendiri - sedang orang lain lebih berhak untuk memperolehnya - dan juga beberapa perkara yang engkau semua akan mengingkarinya. Orang-orang semua berkata: "Ya Rasulullah, maka apakah yang akan Tuan perintahkan pada kita - kaum Muslimin. Beliau s.a.w. bersabda: "Supaya engkau semua menunaikan hak yang menjadi kewajibanmu untuk dilaksanakan dan mohonlah kepada Allah akan hak yang memang menjadi milikmu semua." (Muttafaq 'alaih)

52. Dari Abu Yahya yaitu Usaid bin Hudhair r.a. bahwasanya ada seorang lelaki dari kaum Anshar berkata: "Ya Rasulullah, mengapakah tuan tidak menggunakan saya sebagai pegawai, sebagaimana tuan juga menggunakan si Fulan dan Fulan itu?" Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya engkau semua akan menemui sesudahku nanti suatu cara mementingkan diri sendiri - sedang orang lain lebih berhak untuk memperolehnya, maka dari itu bersabarlah, sehingga engkau semua menemui aku di telaga - pada hari kiamat." (Muttafaq 'alaih)

53. Dari Abu Ibrahim, yaitu Abdullah bin Abu Aufa radhiallahu 'anhuma bahwa Rasulullah s.a.w. pada suatu hari di waktu beliau itu bertemu dengan musuh, beliau menantikan sehingga matahari condong - hendak terbenam - beliau lalu berdiri di muka orang banyak kemudian bersabda: "Hai sekalian manusia, janganlah engkau semua mengharap-harapkan bertemu musuh dan mohonlah kepada Allah akan keselamatan. Tetapi jikalau engkau semua menemui musuh itu, maka bersabarlah. Ketahuilah olehmu semua bahwasanya syurga itu ada di bawah naungan pedang." Selanjutnya Nabi s.a.w. bersabda: "Ya Allah yang menurunkan kitab, yang menjalankan awan, Yang menghancur-leburkan gabungan pasukan musuh. Hancur leburkanlah mereka itu dan berilah kita semua kemenangan atas mereka." (Muttafaq 'alaih) Wabillahittaufiq (Dan dengan Allah itulah adanya pertolongan). Keterangan: Dalam mengulas sabda Rasulullah s.a.w. yang berbunyi: "Syurga itu ada di bawah naungan pedang." Imam al-Qurthubi berkata: "Ucapan itu adalah suatu pertanda betapa indahnya susunan kalimat yang digunakan oleh Rasulullah s.a.w. Sedikit kata-katanya, tetapi luas pengertiannya. Maksudnya iaiah bahwa letak syurga itu dengan memberikan perlawanan kepada musuh, manakala mereka telah memulai menyerang kedudukan kita. Jika sudah dalam keadaan terjepit dan musuh sudah menyerbu dekat sekali dengan tempat pertahanan kita, maka tiada jalan lain, kecuali dengan beradu kekuatan, yakni pedanglah yang wajib digunakan untuk penyelesaian, menang atau kalah. Jika pedang kaum Muslimin sudah beradu dengan pedang musuh, masing-masing pihak menangkis serangan musuhnya, pedang meninggi dan merendah, sampai-sampai bayangannya tampak jelas. Naungan pedang itulah yang menyebabkan kaum Muslimin akan memperoleh kebahagiaan dalam dua keadaan: (a) Jika kalah dan mati, gugurlah sebagai pejuang syahid dan pasti masuk syurga tanpa dihisab. Di kalangan ummatpun menjadi harum namanya. b) Jika menang dan selamat sampai dapat kembali ke rumah ia juga akan merasakan kenikmatan syurga dunia, hidup dalam keluhuran dan kejayaan.

Bab 4
Kebenaran

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah engkau semua bersama-sama dengan orang-orang yang benar." (at-Taubah: 119) Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan orang-orang yang benar, lelaki ataupun perempuan." (al-Ahzab: 35) Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan andaikata mereka itu bersikap benar terhadap Allah, pastilah hal itu amat baik untuk mereka sendiri." (Muhammad: 21) Adapun Hadis-hadis yang menerangkannya ialah: 54. Pertama: Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya kebenaran - baik yang berupa ucapan atau perbuatan - itu menunjukkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke syurga dan sesungguhnya seseorang itu niscaya melakukan kebenaran sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang ahli melakukan kebenaran. Dan sesungguhnya berdusta itu menunjukkan kepada kecurangan dan sesungguhnya kecurangan itu menunjukkan kepada neraka dan sesungguhnya seseorang itu niscaya berdusta sehingga dicatatlah di sisi Allah sebagai seorang yang ahli berdusta." (Muttafaq 'alaih) Sabda Nabi s.a.w. Yuriibuka, boleh dengan difathahkan ya'nya (dan boleh pula didhamahnya, artinya: "Tinggalkanlah olehmu apa saja yang engkau ragukan perihal boleh atau halalnya sesuatu dan beralihlah kepada yang tidak ada keragu-raguan perihal itu dalam hatimu."

54. Ketiga: Dari Abu Sufyan bin Shakhr bin Harb r.a. dalam Hadisnya yang panjang dalam menguraikan ceritera Raja Hercules. Hercules berkata: "Maka apakah yang diperintah olehnya?" Yang dimaksud ialah oleh Nabi s.a.w. Abu Sufyan berkata: "Saya lalu menjawab: "Ia berkata: "Sembahlah akan Allah yang Maha Esa, jangan menyekutukan sesuatu denganNya dan tinggalkanlah apa-apa yang dikatakan oleh nenek-moyangmu semua." Ia juga menyuruh supaya kita semua melakukan shalat, bersikap benar, menahan diri dari keharaman serta mempererat kekeluargaan." (Muttafaq 'alaih)

55. Kedua: Dari Abu Muhammad, yaitu Alhasan bin Ali bin Abu Thalib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya menghafal sabda dari Rasulullah s.a.w. yaitu: "Tinggalkan apa-apa yang menyangsikan hatimu - yakni jangan terus dilakukan - dan berpindahlah kepada apa- apa yang tidak menyangsikan hatimu 7 - yakni yang hatimu tenang jikalau melakukannya. Maka sesungguhnya bersikap benar itu adalah ketenangan dan berdusta itu menyebabkan timbulnya kesangsian." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis shahih.

57. Keempat: Dari Abu Tsabit, dalam suatu riwayat lain disebut-kan Abu Said dan dalam riwayat lain pula disebutkan Abulwalid, yaitu Sahl bin Hanif r.a., dan dia pernah menyaksikan peperangan Badar, bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang memohonkan kepada Allah Ta'ala supaya dimatikan syahid dan permohonannya itu dengan secara yang sebenar-benarnya, maka Allah akan menyampaikan orang itu ke tingkat orang-orang yang mati syahid, sekalipun ia mati di atas tempat tidurnya." (Riwayat Muslim)

58. Kelima: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada seorang Nabi dari golongan beberapa Nabi shalawatullahi wa salamuhu 'alaihim berperang, kemudian ia berkata kepada kaumnya: "Jangan mengikuti peperanganku ini seorang lelaki yang memiliki kemaluan wanita - yakni baru kawin - dan ia hendak masuk tidur dengan isterinya itu, tetapi masih belum lagi masuk tidur dengannya, jangan pula mengikuti peperangan ini seorang yang membangun rumah dan belum lagi mengangkat atapnya - maksudnya belum selesai sampai rampung samasekali, jangan pula seseorang yang membeli kambing atau unta yang sedang bunting tua yang ia menantikan kelahiran anak- anak ternaknya itu - yang dibelinya itu. Nabi itu lalu berperang, kemudian mendekati sesuatu desa pada waktu shalat Asar atau sudah dekat dengan itu, kemudian ia berkata kepada matahari: "Sesungguhnya engkau - hai matahari - adalah diperintahkan - yakni berjalan mengikuti perintah Tuhan - dan sayapun juga diperintahkan - yakni berperang inipun mengikuti perintah Tuhan. Ya Allah, tahanlah jalan matahari itu di atas kita." Kemudian matahari itu tertahan jalannya sehingga Allah memberikan kemenangan kepada Nabi tersebut. Beliau mengumpulkan banyak harta rampasan. Kemudian datanglah, yang dimaksud datang adalah api, untuk makan harta rampasan tadi, tetapi ia tidak suka memakannya. Nabi itu berkata: "Sesungguhnya di kalangan engkau semua itu ada yang menyembunyikan harta rampasan, maka dari itu hendaklah berbai'at padaku - dengan jalan berjabatan tangan - dari setiap kabilah seseorang lelaki. Lalu ada seorang lelaki yang lekat tangannya itu dengan tangan Nabi tersebut. Nabi itu lalu berkata lagi: "Nah, sesungguhnya di kalangan kabilah-mu itu ada yang menyembunyikan harta rampasan. Oleh sebab itu hendaklah seluruh orang dari kabilahmu itu memberikan pembai'atan padaku." Selanjutnya ada dua atau tiga orang yang tangannya itu lekat dengan tangan Nabi itu, lalu beliau berkata pula: "Di kalanganmu semua itu ada 7 Jadi bila kila meragu-ragukan sesuatu, baiklah kita tinggalkan saja dan beralih pada yang tidak meragu- ragukan, misalnya sesuatu yang belum terang hukumnya yakni samar-samar atau syubhat, maka baiklah engkau tinggalkan saja. yang menyembunyikan harta rampasan." Mereka lalu mendatangkan sebuah kepala sebesar kepala lembu yang terbuat dari emas - dan inilah benda yang disembunyikan, lalu diletakkanlah benda tersebut, kemudian datanglah api terus memakannya - semua harta rampasan. Oleh sebab itu memang tidak halallah harta-harta rampasan itu untuk siapapun ummat sebelum kita, kemudian Allah menghalalkannya untuk kita harta-harta rampasan tersebut, di kala Allah mengetahui betapa kedhaifan serta kelemahan kita semua. Oleh sebab itu lalu Allah menghalalkannya untuk kita." (Muttafaq 'alaih) Alkhalifaat, dengan fathahnya kha' mu'jamah dan kasrahnya lam adalah jamaknya khalifatun, artinya ialah unta yang bunting.

59. Keenam: Dari Abu Khalid yaitu Hakim bin Hizam r.a., ia masuk Islam di zaman pembebasan Makkah, sedang ayahnya adalah termasuk golongan pembesar-pembesar Quraisy, baik di masa Jahiliyah ataupun di masa Islam, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dua orang yang berjual-beli itu dengan kebebasan - yakni boleh mengurungkan jual- belinya atau jadi meneruskannya - selama keduanya itu belum berpisah. Apabila keduanya itu bersikap benar dan menerangkan - cacat-cacatnya, maka diberi berkahlah jual-beli keduanya, tetapi jikalau keduanya itu menyembunyikan - cacat-cacatnya - dan sama-sama berdusta, maka dileburlah keberakahan jual-beli keduanya itu." (Muttafaq 'alaih) Keterangan: Kata Shidqun yang berarti benar itu, maksudnya tidak hanya benar dalam pembicaraannya saja, tetapi juga benar dalam amal perbuatannya. Jadi benar dalam kedua hal itulah yang menurut sabda Nabi s.a.w. dapat menunjukkan ke jalan kebajikan dan kebajikan ini yang menunjukkan ke jalan menuju syurga. Secara ringkasnya, seseorang itu baru dapat dikatakan benar, manakala ucapannya sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan, atau dengan kata lain ialah manakala amal perbuatannya itu masih bertentangan dengan ucapannya, tetaplah ia dianggap sebagai manusia yang berdusta atau kadzib. Misalnya seorang yang mengaku beragama Islam, tetapi shalat tidak dilakukan, puasa tidak dikerjakan, bahkan mengucapkan dua kalimat syahadat saja tidak dapat, maka dapatkah orang semacam itu dikatakan benar ucapannya. Tentu tidak dapat. Ia tetap berdusta yang oleh Rasulullah s.a.w. disabdakan bahwa kedustaan itu menunjukkan ke jalan kecurangan dan kecurangan itu menunjukkan ke jalan menuju neraka.


Bab 5
Muraqabah (Pengintaian)

Allah Ta'ala berfirman: "Dialah yang melihatmu ketika engkau berdiri dan juga gerak tubuhmu di antara orang-orang yang bersujud." (asy-Syu'ara': 218-219) Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan Dia adalah besertamu di mana saja engkau semua berada." (al-Hadid: 4) Allah Ta'ala berfirman lagi: "Sesungguhnya bagi Allah tidak ada sesuatu yang tersembunyi baik di bumi ataupun di langit."(ali-lmran: 5) Lagi firmannya Allah Ta'ala: "Sesungguhnya Tuhanmu itu niscaya tetap mengintipnya." (al-Fajar: 14) Juga firmannya Allah Ta'ala: "Dia Maha Mengetahui akan kekhianatan mata - maksudnya pandangan mata kepada sesuatu yang diiarang atau kerlingan mata sebagai ejekan dan lain-lain perbuatan yang tidak baik - dan apa saja yang tersembunyi dalam hati.” (al-Mu'min: 19) Ayat-ayat yang mengenai bab ini banyak sekali dan kiranya dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya ialah:

60. Pertama: Dari Umar bin Alkhaththab r.a., katanya: "Pada suatu ketika kita semua duduk di sisi Rasulullah s.a.vv. yakni pada suatu hari, tiba-tiba muncullah di muka kita seorang lelaki yang sangat putih pakaiannya dan sangat hitam warna rambutnya, tidak timpak padanya bekas bepergian dan tidak seorangpun dari kita semua yang mengenalnya, sehingga duduklah orang tadi di hadapan Nabi s.a.w. lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya sendiri dan berkata: "Ya Muhammad, beritahukanlah padaku tentang Islam." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Islam, yaitu hendaknya engkau menyaksikan bahwa tiada piihan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, hendaklah pula engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa bulan Ramadhan dan melakukan haji ke Baitullah jikalau engkau kuasa jalannya ke situ." Orang itu berkata: "Tuan benar." Kita semua heran padanya, karena ia bertanya dan juga membenarkannya. Ia berkata lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang Iman." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yaitu hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab- kitabNya, rasul-rasulNya, hari penghabisan - kiamat - dan hendaklah engkau beriman pula kepada takdir, yang baik ataupun yang buruk - semuanya dari Allah jua." Orang itu berkata: "Tuan benar." Kemudian katanya lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang Ihsan." Rasulullah s.a.w. menjawab: "Yaitu hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah-olah engkau dapat melihatNya, tetapi jikalau tidak dapat seolah-olah melihatNya, maka sesungguhnya Allah itu dapat melihatmu." Ia berkata: "Tuan benar." Katanya lagi: "Kemudian beritahukanlah padaku tentang hari kiamat." Rasulullah s.a.w. menjawab: "Orang yang ditanya - yakni beliau s.a.w. sendiri - tentulah tidak lebih tahu dari orang yang menanyakannya - yakni orang yang datang tiba- tiba tadi. Orang itu berkata pula: "Selanjutnya beritahukanlah padaku tentang alamat-alamatnya hari kiamat itu." Rasulullah s.a.w. menjawab: "Yaitu apabila seorang hamba sahaya wanita melahirkan tuan puterinya - maksudnya hamba sahaya itu dikawin oleh pemiliknya sendiri yang merdeka, lalu melahirkan seorang anak perempuan. Anaknya ini dianggap merdeka juga dan dengan begitu dapat dikatakan hamba sahaya perempuan melahirkan tuan puterinya - dan apabila engkau melihat orang- orang yang tidak beralas kaki, telanjang-telanjang, miskin-miskin dan sebagai penggembala kambing sama bermegah-megahan dalam gedung-gedung yang besar - karena sudah menjadi kaya-raya dan bahkan menjabat sebagai pembesar-pembesar negara." Selanjutnya orang itu berangkat pergi. Saya - yakni Umar r.a. - berdiam diri beberapa saat lamanya, kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Umar, adakah engkau mengetahui siapakah orang yang bertanya tadi?" Saya menjawab: "Allah dan RasulNyalah yang lebih mengetahuinya." Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya orang tadi adalah malaikat Jibril, ia datang untuk memberikan pelajaran tentang agama kepadamu semua." (Riwayat Muslim) Makna Talidulamatu rabbatahaa, yakni tuan puterinya. Adapun pengertiannya ialah oleh sebab banyaknya hamba sahaya perempuan sehingga budak-budak tersebut melahirkan puteri untuk tuan yang memilikinya. Puteri tuannya itu sama kedudukannya dengan tuannya sendiri. Tetapi ada sebagian ulama yang mengatakan tidak sedemikian itu maksudnya. Al-'Aalah, ialah golongan orang-orang fakir. Adapun kata Maliyyan artinya waktu yang lama, yaitu sampai tiga hari tiga malam lamanya. Sebabnya Sayidina Umar terheran-heran karena orang yang bertanya itu semestinya belum mengerti apa yang ditanyakan, tetapi anehnya setelah diberi jawaban, tiba-tiba penanya itu berkata: "Tuan benar," dan kata-kata sedemikian ini tentulah menunjukkan bahwa penanya itu telah mengerti. Barulah keheranan Sayidina Umar itu lenyap setelah diberitahu bahwa yang bertanya tadi sebenarnya adalah Jibril a.s. yang kedatangannya memang sengaja hendak mengajarkan soal-soal keagamaan kepada para sahabat Rasulullah s.a.w. Dalam Hadis di atas, ada beberapa hal yang penting kita ketahui, yaitu: (a) Mendirikan shalat artinya tidak semata-mata menjalankan shalat saja, tetapi harus dipenuhi pula syarat-syarat serta rukun-rukunnya dan ditepatkan selalu menurut waktu- waktunya. (b) Percaya kepada Allah yakni meyakinkan bahwa Allah itu ada (jadi jangan beranggapan bahwa Allah itu tidak ada seperti faham komunis), dan lagi Allah itu bersifat dengan semua sifat kemuliaan, keagungan dan kesempurnaan serta terjauh dari semua sifat kekurangan, kehinaan dan kerendahan. (c) Malak ialah makhluk Allah yang dibuat daripada nur (cahaya) dan tidak berjejal- jejal seperti cahaya lampu yang memenuhi rumah. Dengan cahaya seribu lampu, belum juga sesak rumah itu. Dengan ini teranglah apa yang dimaksud dalam sebuah Hadis: Artinya: "Bahwasanya Allah itu mempunyai malaikat, ada yang memenuhi sepertiga alam, ada yang memenuhi dua pertiga alam dan ada yang memenuhi alam seluruhnya." Adapun arti iman kepada malaikat ialah harus percaya bahwa mereka itu benar-benar ada dan bahwa mereka itu adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Malak itu sebenarnya kata mufrad dan jamaknya berbunyi malaikat. (d) Percaya kepada kitab-kitab Allah ialah meyakinkan betul-betul bahwa kitab-kitab suci itu adalah firman Allah yang sebenar-benarnya yang diturunkan pada Rasul-rasulNya dengan jalan wahyu dan meyakinkan pula bahwa isi yang terkandung di dalamnya ttu semua benar. (e) Percaya kepada para Rasul artinya beri'tikad seteguh-teguhnya bahwa apa yang mereka bawa itu memang sebenarnya dari Allah Ta'ala. (f) Hari Akhir ialah hari Kiamat. Iman dengan hari kiamat artinya mempercayai betul- betul akan terjadinya hari penghabisan itu dan apa saja yang terjadi sesudahnya, misalnya Hasyar (akan dikumpulkannya semua makhluk di padang mahsyar), Hisab (semua amal akan diperhitungkan), Mizan (amal-amal akan ditimbang dalam neraca), menyeberangi jembatan yang disebut Shirath dan kemudian ada yang masuk Jannah (syurga), ada pula yang terus terjun ke (neraka) dan lain-lain hal lagi. (g) Qadar ialah ketentuan dari Allah sebelum Allah membuat semua makhluk ini, yang baik maupun yang jahat. Jadi segala macam adalah dengan kehendak Allah yang telah dipastikan sejak zaman azali dulu yaitu zaman sebelum Allah membuat apa-apa. Tetapi kita jangan lupa berikhtiar, karena kita telah diberi akal oleh Allah untuk mengusahakan bagaimana jalannya agar kita tetap bernasib baik dan terjauh dari nasib buruk. Kita tetap harus berdaya upaya selama hayat dikandung badan. (h) Dengan cara ibadat sebagaimana yang terkandung dalam arti kata Ihsan ini, maka tentu akan khusyuklah kita sewaktu menyembah Allah itu. Kalau dapat seolah-olah tahu pada Allah, ini namanya Mukasyafah (terbuka dari semua tabir yang menutup) dan kalau mengangan-angankan bahwa Allah tetap melihat kita, ini namanya Muraqabah (mengintai- intainya Allah pada kita). (i) Tanda-tanda yang dimaksud ini ialah tanda-tanda kecil sebab datangnya hari kiamat itu ada tanda-tandanya yang kecil dan ada tanda-tandanya yang besar. Tanda-tanda kecil artinya datangnya itu masih agak jauh, tetapi bila tanda-tanda besar telah nampak, maka itulah yang menunjukkan bahwa hari kiamat telah sangat dekat sekali saat terjadinya. (j) Hamba sahaya perempuan meiahirkan tuannya -artinya, banyak sahaya perempuan itu yang dikawin oleh raja-raja atau pejabat-pejabat tinggi lalu meiahirkan anak- anak perempuan sehingga anak-anaknya itu pun akan berkedudukan sebagaimana ayahnya. (k) Orang yang tak beralas kaki, telanjang, miskin serta penggembala kambing sama bermegah-megah dalam gedung-gedung besar, maksudnya ialah bahwa yang asalnya hanya penggembala yang miskin hingga seolah-olah tak pernah beralas kaki dan pakaiannya hampir-hampir tidak ada (boleh dikata telanjang) tiba-tiba menjadi pembesar-pembesar negeri dan mendiami gedung-gedung besar lagi indah dan sama berkuasa serta kaya raya. Dengan demikian, keadaan negeri lalu rusak binasa sebab sesuatu perkara semacam pemerintahan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, sebagaimana dalam sebuah Hadis diterangkan: Artinya: "Apabita sesuatu perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kerusakannya." Dengan initahulah kita bahwa Islam itu mengandung tiga unsur yang utama yakni: A. 5 Arkanul Islam, B. 6 Arkanul lman dan C. 2 Arkanul Ihsan.

61. Kedua: Dari Abu Zar, yaitu Jundub bin Junadah dan Abu Abdur Rahman yaitu Mu'az bin Jabal radhiallahu 'anhuma dari Rasulullah s.a.w. sabdanya: "Bertaqwalah kepada Allah di mana saja engkau berada dan ikutilah perbuatan jelek itu dengan perbuatan baik, maka kebaikan itu dapat menghapuskan kejelekan tadi dan pergaulilah para manusia dengan budi pekerti yang bagus." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Keterangan: Hadis ini mengandung tiga macam unsur, yakni bertaqwa kepada Allah, kebaikan diikutkan sesudah mengerjakan kejelekan dan perintah bergaul dengan baik antara seluruh ummat manusia. Mengenai yang ketiga tidak kami jelaskan lebih panjang, sebab masing- masing bangsa tentu memiliki cara-cara atau adat-istiadat sendiri. Namun demikian juga mesti dilaksanakan dengan mengikuti ajaran-ajaran yang ditetapkan oleh agama Islam, sehingga tidak melampaui batas, akhirnya terperosok dalam hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta'ala. Jadi di bawah ini akan diuraikan periha! yang dua buah unsur saja, yaitu: (a) Takut pada Allah atau Taqwallah adalah satu kata yang menghimpun arti yang sangat dalam sekali, pokoknya ialah mengikuti dan mengamalkan semua perintah Allah dan menjauhi serta menahan dir idari melakukan larangan-laranganNya. Dengan demikian terjagalah jiwa dan terpeliharalah hati manusia dari kemungkaran, kemaksiatan, kemusyrikan yang terang (jali) atau yang tidak terang (khafi), juga terhindar dari kekufuran dan kemurtadan. Tuhan tentu akan melindungi orang yang taqwa itu dari semuanya tadi. Tentang ini Allah telah berfirman: "Sesungguhnya Allah adalah beserta orang-orang yang taqwa dan orang-orang yang sama berlaku baik."
(b) Mengikutkan kebaikan sesudah melakukan kejahatan itu misalnya ialah bertaubat, karena dengan demikian lenyaplah segenap kesalahan yang kita lakukan, asalkan kita bertaubat itu dengan sebenar-benarnya, sebagaimana firman Allah: Artinya: "Melainkan orang yang bertaubat dan beriman dan beramal shalih, maka mereka itu kejelekan- kejelekannya akan diganti oleh Allah dengan kebaikan-kebaikan."

62. Ketiga: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya berada di belakang Nabi s.a.w. - dalam kendaraan atau membonceng - pada suatu hari, lalu beliau bersabda: "Hai anak, sesungguhnya saya hendak mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yaitu: Peliharalah Allah - dengan mematuhi perintah-perintahNya serta menjauhi larangan- laranganNya, pasti Allah akan memeliharamu, peliharalah Allah, past! engkau akan dapati Dia di hadapanmu. Jikalau engkau meminta, maka mohonlah kepada Allah dan jikalau engkau meminta pertolongan, maka mohonkanlah pertolongan itu kepada Allah pula. Ketahuilah bahwasanya sesuatu ummat - yakni makhluk seluruhnya - ini, apabila berkumpul - bersepakat - hendak memberikan kemanfaatan padamu dengan sesuatu - yang dianggapnya bermanfaat untukmu, maka mereka itu tidak akan dapat memberikan kemanfaatan itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untukmu. Juga jikalau ummat-seluruh makhluk - itu berkumpul - bersepakat - hendak memberikan bahaya padamu dengan sesuatu - yang dianggap berbahaya untukmu, maka mereka itu tidak akan dapat memberikan bahaya itu, melainkan dengan sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah untukmu. Pena telah diangkat - maksudnya ketentuan - ketentuan telah ditetapkan - dan lembaran-lembaran kertas telah kering - maksudnya catatan-catatan di Lauh Mahfuzh sudah tidak dapat diubah lagi." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih. Dalam riwayat selain Termidzi disebutkan: "Peliharalah Allah, maka engkau akan mendapatkanNya di hadapanmu. Berkenalanlah kepada Allah - yakni tahulah kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan untuk Allah - di waktu engkau dalam keadaan lapang - sihat, kaya dan lain-lain, maka Allah akan mengetahuimu - memperhatikan nasibmu - di waktu engkau dalam keadaan kesukaran - sakit, miskin dan lain-lain. Ketahuilah bahwa apa-apa yang terlepas daripadamu itu -keuntungan atau bahaya, tentu tidak akan mengenaimu dan apa-apa yang mengenaimu itu pasti tidak akan dapat terlepas daripadamu. Ketahuilah bahwa pertolongan itu beserta kesabaran dan bahwasanya kelapangan itu beserta kesukaran dan bahwasanya beserta kesukaran itu pasti ada kelonggaran." Keterangan: Hal-hal yang perlu dimaklumi dalam Hadis ini ialah: (a) Ada di belakang Nabi s.a.w. maksudnya ialah membonceng waktu naik bighal (semacam kuda) dengan duduk di belakang beliau. (b) Peliharalah Allah, yakni peliharalah perintah-perintah dan larangan-larangan Allah serta berhati-hatilah pada kedua macam hal itu, pasti engkau dijaga olehNya dalam duniamu, agamamu, dirimu dan keluargamu. (c) Ummat ialah semua makhluk yang dimaksudkan. (d) Pena-pena telah diangkat, artinya ketentuan-ketentuan telah tetap. (e) Kertas-kertas telah kering maksudnya catatan-catatan semua yang ada di dalam dunia semesta ini (sebagaimana yang tertera di Lauh Mahfuzh) tentu saja tak ada yang dapat mengubah takdir-takdir dari Allah itu kecuali yang dikehendaki olehNya sendiri sebagaimana firmanNya: Artinya: "Allah menghapus serta menetapkan apa saja yang dikehendaki olehNya dan di sisi Allahlah ummut kitab atau pokok Catalan. Ummul kitab ini adalah ilmu Allah yang qadim (dahulu) sejak zaman azali (sebelum ada apa-apa kecuali Allah)." (f) Selain Termidzi yakni 'Abd bin Humaid dan juga Imam Ahmad. (g) Suka mengenai pada Allah artinya senantiasa mendekat dan taat padaNya. Kalau kita suka demikian ketika kita dalam keadaan lapang (banyak rezeki dan badan sihat), maka Allah pasti suka melihat kita yakni mau memberi pertolongan pada kita apabila kita dalam keadaan sukar pada suatu waktu. (h) Suatu yang telah ditentukan oleh Allah (sejak zaman azali) akan lepas dari kita, (tidak dapat kita capai), sudah tentu selamanya barang itu tetap lepas dari kita yakni tidak dapat mengenai kita (kita peroleh). Demikian pula sebaliknya, yaitu bahwa sesuatu yang telah ditentukan akan kita dapatkan, maka bagaimanapun juga tidak akan lepas dari kita.
(i) Pertolongan Allah beserta kesabaran yakni bila kita ingin pertolongan dari Allah, haruslah kita sabar. (j) Kelapangan beserta kesusahan dan nanti pasti ada kelonggaran yakni manusia itu tidak mungkin akan terus menerus susah dan sukar, insya Allah pada suatu ketika ia akan menemui kelapangan dan kelonggaran juga.

63. Keempat: Dari Anas r.a., katanya: "Sesungguhnya engkau semua pasti melakukan berbagai amalan - yang diremehkannya sebab dianggap dosa kecil-kecil saja, yang amalan- amalan itu adalah lebih halus - lebih kecil - menurut pandangan matamu daripada sehelai rambut. Tetapi kita semua di zaman Rasulullah s.a.w. menganggapnya termasuk golongan dosa-dosa yang merusakkan - menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan." Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan ia mengatakan bahwa arti Almubiqat ialah apa- apa yang merusakkan.

64. Kelima: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Sesungguhnya Allah Ta'ala itu cemburu dan kecemburuan Allah Ta'ala itu ialah apabila seseorang manusia mendatangi -mengerjakan - apa-apa yang diharamkan oleh Allah atasnya." (Muttafaq 'alaih)

65. Keenam: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya ia mendengar Nabi s.a.w. bersabda:"Sesungguhnya ada tiga orang dari kaum Bani Israil, yaitu orang supak - yakni belang- belang kulitnya, orang botak dan orang buta. Allah hendak menguji mereka itu, kemudian mengutus seorang malaikat kepada mereka. Ia mendatangi orang supak lalu berkata: "Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?" Orang supak berkata: "Warna yang baik dan kulit yang bagus, juga lenyaplah kiranya penyakit yang menyebabkan orang- orang merasa jijik padaku ini." Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah kotoran- kotoran itu dari tubuhnya dan dikaruniai -oleh Allah Ta'ala - warna yang baik dan kulit yang bagus. Malaikat itu berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?" Orang itu menjawab: "Unta." Atau katanya: "Lembu," yang merawikan Hadis ini sangsi - apakah unta ataukah lembu. Ia lalu dikaruniai unta yang bunting, kemudian malaikat berkata: "Semoga Allah memberi keberkahan untukmu dalam unta ini." Malaikat itu seterusnya mendatangi orang botak, kemudian berkata: "Keadaan yang bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?" Orang botak berkata: "Rambut yang bagus dan lenyaplah kiranya apa-apa yang menyebabkan orang-orang merasa jijik padaku ini." Malaikat itu lalu mengusapnya dan lenyaplah botak itu dari kepalanya dan ia dikarunia rambut yang bagus. Malaikat berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?" Ia berkata: "Lembu." lapun lalu dikarunia lembu yang bunting dan malaikat itu berkata: "Semoga Allah memberikan keberkahan untukmu dalam lembu ini." Akhirnya malaikat itu mendatangi orang buta lalu berkata: "Keadaan bagaimanakah yang amat tercinta bagimu?" Orang buta menjawab: "Yaitu hendaknya Allah mengembalikan penglihatanku padaku sehingga aku dapat melihat semua orang." Malaikat lalu mengusapnya dan Allah mengembalikan lagi penglihatan padanya. Malaikat berkata pula: "Harta macam apakah yang amat tercinta bagimu?" Ia menjawab: "Kambing." lapun dikarunia kambing yang bunting - hampir beranak. Yang dua ini - unta dan lembu melahirkan anak-anaknya dan yang ini - kambing - juga melahirkan anaknya. Kemudian yang seorang - yang supak - mempunyai selembah penuh unta dan yang satunya lagi - yang botak - mempunyai selembah lembu dan yang lainnya lagi - yang buta - mempunyai selembah kambing. Malaikat itu lalu mendatangi lagi orang - yang asalnya - supak dalam rupa seperti orang supak itu dahulu keadannya - yakni berpakaian serba buruk - dan berkata: "Saya adalah orang miskin, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam bepergianku ini. Maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama Allah yang telah mengaruniakan padamu warna yang baik dan kulit yang bagus dan pula harta yang banyak, sudi kiranya engkau menyampaikan maksudku dalam bepergianku ini - untuk sekedar bekal perjalanannya." Orang supak itu menjawab: "Keperluan-keperluanku masih banyak sekali." Jadi enggan memberikan sedekah padanya. Malaikat itu berkata lagi: "Seolah-olah saya pernah mengenalmu. Bukankah engkau dahulu seorang yang berpenyakit supak yang dijijiki oleh seluruh manusia, bukankah engkau dulu seorang fakir, kemudian Allah mengaruniakan harta padamu?" Orang supak dahulu itu menjawab: "Semua harta ini saya mewarisi dari nenek-moyangku dulu dan merekapun dari nenek-moyangnya pula." Malaikat berkata pula: "Jikalau engkau berdusta dalam pendakwaanmu - uraianmu yang menyebutkan bahwa harta itu adalah berasal dari warisan, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali seperti keadaanmu semula. Malaikat itu selanjutnya mendatangi orang - yang asalnya -botak, dalam rupa - seperti orang botak dulu - dan keadaannya -yang hina dina, kemudian berkata kepadanya sebagaimana yang dikatakan kepada orang supak dan orang botak itu menolak permintaannya seperti halnya orang supak itu pula. Akhirnya malaikat itu berkata: "Jikalau engkau berdusta, maka Allah pasti akan menjadikan engkau kembali sebagaimana keadaanmu semula." Seterusnya malaikat itu mendatangi orang - yang asalnya - buta dalam rupanya - seperti orang buta itu dahulu - serta keadaannya - yang menyedihkan, kemudian ia berkata: "Saya adalah orang miskin dan anak jalan - maksudnya sedang bepergian dan kehabisan bekal, sudah terputus semua sebab-sebab untuk dapat memperoleh rezeki bagiku dalam bepergianku ini, maka tidak ada yang dapat menyampaikan maksudku pada hari ini, kecuali Allah kemudian dengan pertolonganmu pula. Saya meminta padamu dengan atas nama Allah yang mengembalikan penglihatan untukmu yaitu seekor kambing yang dapat saya gunakan untuk menyampaikan tujuanku dalam bepergian ini." Orang buta dahulu itu berkata: "Saya dahulu pernah menjadi orang buta, kemudian Allah mengembalikan penglihatan padaku. Maka oleh sebab itu ambillah mana saja yang engkau inginkan dan tinggalkanlah mana saja yang engkau inginkan. Demi Allah saya tidak akan membuat kesukaran padamu - karena tidak meluluskan permintaanmu -pada hari ini dengan sesuatu yang engkau ambil karena mengharapkan keridhaan Allah 'Azzawajalla." Malaikat itu lalu berkata: "Tahanlah hartamu - artinya tidak diambil sedikitpun, sebab sebenarnya engkau semua ini telah diuji, kemudian Allah telah meridhai dirimu dan memurkai pada dua orang sahabatmu - yakni si supak dan si botak." 8 (Muttafaq alaih) Dalam riwayat Imam Bukhari kata-kata: La ajhaduka, yang artinya: "Aku tidak akan membuat kesukaran padamu", itu diganti: La ahmaduka, artinya: "Aku tidak memujimu - menyesali diriku - sekiranya hartaku tidak ada yang engkau tinggalkan karena engkau membutuhkannya."

66. Ketujuh: Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus r.a.dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Orang yang cerdik - berakal - ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu mengikuti hawanafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan atas Allah - yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa beramal shalih." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Imam Termidzi dan lain-lain ulama mengatakan bahwa makna Daana nafsahu artinya membuat perhitungan pada diri sendiri.

67. Kedelapan: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Setengah daripada kebaikan keislaman seseorang ialah apabila ia suka meninggalkan apa-apa yang tidak memberikan kemanfaatan padanya - yakni ia tidak memerlukan untuk mencampuri urusan itu. Ini adalah Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan lain-lain. Keterangan: Meninggalkan sesuatu yang tidak berfaedah misalnya sesuatu yang memang bukan urusan kita atau sesuatu yang terang salah dan batil, maka tidak berguna kita membela atau menolongnya. Demikian pula sesuatu yang bila kita campuri, maka bukan makin baik dan mungkin mencelakakan diri kita sendiri. Semua itu baiklah kita tinggalkan, kalau kita ingin jadi orang Islam yang baik. Sabdanya Nabi s.a.w. An-naaqatut 'usyara, dengan dhammahnya 'ain dan fathahnya syin serta dengan mad (yakni dibaca panjang dengan diberi hamzah di belakang alif), artinya: bunting. Sabdanya Antaja dalam riwayat lain berbunyi Fanataja, artinya: Menguasai di waktu keluarnya anak unta. Natij bagi unta adalah sama halnya dengan Qabilah bagi wanita. Jadi natij, artinya penolong unta betina waktu beranak, sedang qabilah, artinya penolong wanita waktu melahirkan atau biasa dinamakan bidan. Sabda Wallada haadzaa dengan disyaddahkan lamnya, artinya: Menguasai waktu melahirkannya ini, Jadi sama halnya dengan Antaja untuk unta. Oleh sebab itu kata-kata Muwallid, Natij dan Qabilah adalah sama maknanya, tetapi muwallid dan natij adalah untuk binatang, sedang qabilah adalah untuk selain binatang. Adapun sabda beliau s.a.w.: Inqatha-'at biyal hibaalu, yaitu dengan ha' muhmalah (tanpa bertitik) dan ba' muwahhadah (bertitik sebuah), artinya: beberapa sebab. Jadi jelasnya: Sudan terputus semua sebab (untuk dapat memperoleh bekal guna melanjutkan perjalananku). Sama halnya dengan yang biasa diucapkan oleh orang banyak: "Laisa 'alaatbuulil hayaati nadamun," artinya: Tidaklah selain timbul penyesalan dalam sepanjang kehidupan ini, maksudnya ialah oleh sebab sangat panjangnya masa hidupnya itu.

68. Kesembilan: Dari Umar r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Janganlah seseorang lelaki itu ditanya apa sebabnya ia memukul isterinya - sebab mungkin ia akan malu jikalau sebab pemukulannya diketahui oleh orang lain." Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lainnya.


Bab 6
Ketaqwaan

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang yang beriman, bertaqwalah engkau semua kepada Allah dengan sebenar- benarnya ketaqwaan." (ali-lmran: 102) Allah Ta'ala berfirman pula: "Maka bertaqwalah engkau semua kepada Allah sekuat-kuatmu." (at-Taghabun: 16) Ayat ini menjelaskan apa yang dimaksudkan dari ayat yang pertama. Lagi Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah dengan kata-kata yang betul - sesuai dengan apa yang sesungguhnya." (al-Ahzab: 70) Ayat-ayat yang berhubungan dengan perintah bertaqwa itu banyak sekali dan dapat dimaklumi. Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan membuat untuknya jalan keluar - dari segala macam kesulitan - dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak dikira-kirakan." (at-Thalaq: 2-3) Allah Ta'ala berfirman pula: "Jikalau engkau semua bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan untukmu semua pembedaan-antara kebenaran dan kesalahan, juga menutupi kesalahan-kesalahanmu serta mengampuni dosamu dan Allah itu memiliki keutamaan yang agung." (al-Anfal: 29) Ayat-ayat dalam bab ini banyak sekali dan dapat dimaklumi. Adapun Hadis-hadisnya ialah:

69. Pertama: Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. ditanya: "Ya Rasulullah, siapakah orang yang semulia-mulianya?" Beliau s.a.w. bersabda: "Yaitu orang yang bertaqwa di antara engkau semua. Orang-orang berkata: "Bukan ini yang kita tanyakan." Beliau s.a.w, menjawab: "Kalau begitu ialah Nabi Yusuf, ia adalah Nabiullah, putera Nabiullah dan inipun putera Nabiullah pula dan ini adalah putera khalilullah - kekasih Allah yakni bahwa Nabi Yusuf itu adalah putera Nabi Ya'qub putera Nabi Ishaq putera Nabi Ibrahim yaitu Khalilullah." Orang-orang berkata lagi: "Bukan ini yang kita tanyakan." Beliau s.a.w. menjawab pula: "Jadi tentang orang-orang yang merupakan pelikan-pelikan - pembesar-pembesar - dari bangsa Arab yang engkau semua tanyakan padaku? Orang-orang yang merupakan pilihan di antara bangsa Arab itu di zaman Jahiliyah, itu pulalah yang merupakan orang-orang pilihan di zaman Islam, jikalau mereka mengerti hukum-hukum agama." (Muttafaq 'alaih) Lafaz Faquhuu jika dibaca dengan didhammahkan qafnya adalah masyhur, tetapi ada yang mengatakan dengan mengkasrahkan qaf, lalu dibaca Faqihuu, artinya ialah "mengerti akan hukum-hukum syara'."

70. Kedua: Dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Sesungguhnya dunia ini manis dan menghijau - yakni lazat dan nyaman - dan sesungguhnya Allah itu menjadikan engkau semua sebagai pengganti di bumi itu, maka itu Dia akan melihat apa-apa yang engkau lakukan. Oleh karenanya, maka takutilah harta dunia dan takutilah pula tipudaya kaum wanita. Sebab sesungguhnya pertama-tama fitnah yang bercokol di kalangan kaum Bani Israil adalah dalam persoalan kaum wanita." (Riwayat Muslim)

71. Ketiga: Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Ya Allah, sesungguhnya saya memohonkan padaMu akan petunjuk, ketaqwaan, menahan diri dari apa-apa yang tidak diperkenankan serta kekayaan hati." (Riwayat Muslim)

72. Keempat: Dari Abu Tharif, yaitu 'Adi bin Hatim Aththa'i r.a., katanya; "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang bersumpah atas sesuatu persumpahan, kemudian ia mengetahui hal yang keadaannya lebih menjurus kepada ketaqwaan terhadap Allah daripada persumpahan yang dilakukannya tadi, maka hendaklah mendatangi - memilih -ketaqwaan itu saja." (Riwayat Muslim)

73. Kelima: Dari Abu Umamah yaitu Shuday bin 'Ajlan al-Bahili r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. berkhutbah dalam haji wada' - haji terakhir bagi beliau s.a.w. sebagai mohon diri, kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Bertaqwalah kepada Allah, kerjakanlah shalat lima waktumu, lakukanlah Puasa dalam bulanmu - Ramadhan, tunaikanlah zakat harta-hartamu dan taatilah pemegang- pemegang pemerintahanmu, maka engkau semua akan dapat memasuki syurga Tuhanmu." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dalam akhir kitab bab shalat dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan shahih.


Bab 7
Yakin Dan Tawakkal

Allah Ta'ala berfirman: "Setelah orang-orang yang beriman itu melihat pasukan serikat - musuh - mereka berkata: "Inilah yang dijanjikan oleh Allah dan RasulNya kepada kita dan Allah dan RasutNya itu berkata benar. Hal yang sedemikian itu tidaklah menambahkan kepada orang-orang yang beriman tadi melainkan kelmanan dan penyerahan bulat-bulat." (al-Ahzab: 22) Allah Ta'ala berfirman pula: "Para manusia berkata kepada orang-orang yang beriman itu: "Sesungguhnya orang-orang telah berkumpul untuk melawan engkau semua, oleh karena itu takutlah kepada mereka." Tetapi hal itu makin menambah keimanan mereka. Mereka menjawab: Allah cukup menjadi pelindung kita dan sebaik-baiknya yang dijadikan tempat bertawakkal. Kemudian mereka kembali dengan mendapatkan kenikmatan dan keutamaan dari Allah, mereka tidak terkena sesuatu halanganpun dan mereka mengikuti keridhaan Allah dan Allah itu memiliki keutamaan yang agung." (ali-lmran: 173-174) Allah Ta'ala berfirman lagi: "Dan bertawakkallah kepada Tuhan yang Maha Hidup yang tidak akan mati." (al-Furqan: 58) Lagi Allah Ta'ala berfirman: "Dan kepada Allah, hendaklah orang-orang yang beriman itu sama bertawakkal," (Ibrahim: 11) Allah Ta'ala berfirman pula: "Jikalau engkau telah bulat tekad - untuk melaksanakan sesuatu - maka bertawakkallah kepada Allah." (ali-lmran: 159) Ayat-ayat mengenai hal bertawakkal itu banyak dan dapat dimaklumi. Juga Allah Ta'ala berfirman: "Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia pasti mencukupi untuknya." (at- Thalaq: 3) Lagi firmannya Allah Ta'ala: "Hanyasanya orang-orang yang beriman itu, ialah mereka yang apabila disebutkan nama Allah, maka hati mereka itu menjadi ketakutan, juga apabila ayat-ayatNya dibacakan kepada mereka, maka bertambah-tambahlah keimanan mereka dan mereka itu sama bertawakkal kepada Tuhannya." (al- Anfal: 2) Ayat-ayat perihal keutamaan bertawakkal itupun banyak pula dan dapat pula diketahui.Keterangan: Banyak sekali orang yang salah mengerti dalam melaksanakan ketawakkalan kepada Allah Ta'ala itu. Ada yang berpendapat, tawakkal ialah menyerah bulat-bulat kepada Tuhan tanpa berbuat daya-upaya dan usaha untuk mencari mana-mana yang baik dan menyebabkan kebahagiaan. Ringkasnya enggan berikhtiar atau menyingsingkan lengan baju. Anehnya ia meminta yang enak-enak belaka. Orang semacam di atas itu rupanya berpendapat, bahwa tidak perlu ia belajar, jika Tuhan menghendaki ia menjadi orang pandai, tentu pandai juga nantinya. Juga tidak perlu bekerja, jika Tuhan menghendaki ia menjadi kaya, tentu kaya juga nantinya. Atau ketika sakit, tidak perlu ia berobat, jika Tuhan menghendaki sembuh tentu sihat kembali pula. Semuanya itu samalah halnya dengan orang yang sedang lapar, sekalipun macam-macam makanan di hadapan mukanya, tetapi ia berpendapat, jika Tuhan menghendaki kenyang, tanpa makanpun akan menjadi kenyang juga. Cara berfikir semacam di atas itu, apabila diterus-teruskan, pasti akan membuat kesengsaraan diri sendiri, bahkan merusak akalnya sendiri. Adapun maksud tawakkal yang diperintahkan oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah berdaya-upaya dan berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci baik-baik, lalu bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga hilang umpama dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak bersalah, sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai hilang. Hal yang semacam itu pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w., yaitu ada seorang sahabatnya yang meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu ditinggalkan. Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah s.a.w. tidak dapat menyetujui cara berfikir orang itu, lalu bersabda: Artinya:"Ikatlah dulu lalu bertawakkallah." Ringkasnya tawakkal tanpa usaha lebih dulu adalah salah dan keliru menurut pandangan Islam. Jikalau kita sudah dapat meletakkan arti tawakkal pada garis yang sebenarnya, maka sangat sekali dipuji dan pasti kita tidak akan kekurangan rezeki, sebab Allah Ta'ala akan menjamin bahwa kita akan diberi bagian rezeki kita masing-masing sebagairnana halnya burung yang pergi pagi-pagi dalam keadaan kosong perut, sedang pada sore harinya telah menjadi kenyang. Selain itu Allah berfirman bahwa srfat-sifat kaum mu'minin itu di antaranya ialah selalu bertawakkal kepada Allah Ta'ala dengan pengertian tawakkal yang tidak disalah- rnengertikan.
FirmanNya: "Hanyasanya orang-orang yang beriman itu apabila nama Allah disebutkan, menjadi gentarlah hati mereka dan apabila ayat-ayat Allah dibacakan, maka bertambahlah keimanan mereka dan hanya kepada Allah jualah mereka bertawakkal." (al-Anfal: 2) Yang perlu kita perhatikan, sehubungan dengan persoalan ini ialah: Dalam mengejar cita-cita, supaya dapat berhasil kecuali amat diperlukan adanya sifat kesabaran, juga wajib disertai sifat tawakkal ini. Karena yang menentukan berhasil atau tidaknya sesuatu maksud itu hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri. Lebih besar yang dicita-citakan, wajib lebih besar pula sabar dan tawakkalnya, misalnya ingin menjadi seorang yang alim, ingin memajukan agama, ingin mendirikan sesuatu negara yang benar-benar diridhai oleh Allah Ta'ala, ingin melaksanakan hukum-hukum dan syariat Islam dalam negara dan lain-lain sebagainya. Setelah bersabar dan bertawakkal wajib pula disertai doa, memohon kepada Allah semoga yang dicita-citakan itu berhasil, jangan bosan-bosan berdoa dan yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan. Insya Allah. Adapun Hadis-hadisnya ialah:

74. Pertama: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Dipertontonkanlah padaku berbagai ummat, maka saya melihat ada seorang Nabi dan besertanya adalah sekelompok manusia kecil - antara tiga orang sampai sepuluh, ada pula Nabi dan besertanya adalah seorang lelaki atau dua orang saja, bahkan ada pula seorang Nabi yang tidak disertai seseorangpun. Tiba-tiba diperlihatkanlah padaku suatu gerombolan manusia yang besar, lalu saya mengira bahwa mereka itulah ummatku. Lalu dikatakanlah padaku: "Ini adalah Musa dengan kaumnya. Tetapi lihatlah ke ufuk - sesuatu sudut." Kemudian sayapun melihatnya, lalu saya lihatlah dan tiba-tiba tampaklah di situ suatu gerombolan ummat yang besar juga. Selanjutnya dikatakan pula kepadaku: "Kini lihatlah pula ke ufuk yang lain lagi itu." Tiba-tiba di situ terdapatlah suatu kelompok yang besar pula, lalu dikatakanlah padaku: "Inilah ummatmu dan beserta mereka itu ada sejumlah tujuhpuluh ribu orang yang dapat memasuki syurga tanpa dihisab dan tidak terkena siksa." Kemudian Rasulullah s.a.w. bangun dan terus memasuki rumahnya. Orang-orang banyak sama bercakap-cakap mengenai para manusia yang memasuki syurga tanpa dihisab dan tanpa disiksa itu. Sebagian dari sahabat itu ada yang berkata: "Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang telah menjadi sahabat Rasulullah s.a.w." Sebagian lagi berkata: "Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang dilahirkan di zaman sudah munculnya agama Islam, kemudian tidak pernah mempersekutukan sesuatu dengan Allah." Banyak lagi sebutan - percakapan-percakapan - mengenai itu yang mereka kemukakan. Rasulullah s.a.w. lalu keluar menemui mereka kemudian bertanya: "Apakah yang sedang engkau semua percakapkan itu." Para sahabat memberitahukan hal itu kepada beliau. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Orang-orang yang memasuki syurga tanpa hisab dan siksa itu ialah mereka yang tidak pernah memberi mentera-mentera tidak meminta mentera-mentera dari orang lain - karena sangatnya bertawakkal kepada Allah, tidak pula merasa akan memperoleh bahaya karena adanya burung-burung - atau adanya hal yang lain-lain atau ringkasnya meyakini guhon tuhon atau khurafat yang sesat - dan pula sama bertawakkal kepada Tuhannya." 'Ukkasyah bin Mihshan al-Asadi, kemudian berkata: "Doakanlah saya - ya Rasulullah - kepada Allah supaya Allah menjadikan saya termasuk golongan mereka itu - tanpa hisab dan siksa dapat memasuki syurga." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Engkau termasuk golongan mereka." Selanjutnya ada pula orang lain yang berdiri lalu berkata: "Doakanlah saya kepada Allah supaya saya oleh Allah dijadikan termasuk golongan mereka itu pula." Kemudian beliau bersabda: "Permohonan seperti itu telah didahului oleh Ukkasyah." (Muttafaq 'alaih) Lafaz 'Ukkasyah dengan mendhammahkan 'ain serta mensyaddahkan kafnya,tetapi boleh pula kafnya itu diringankan, yakni tidak disyaddahkan lalu dibaca 'Ukasyah. Namun begitu, dengan mensyaddahkan kafnya adalah lebih fasih.

75. Kedua: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma juga bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda - dalam berdoa: "Ya Allah, kepadaMulah saya menyerahkan diri, denganMu saya beriman, atasMu saya bertawakkal, ke hadhiratMu saya bertaubat, denganMu saya berbantah - menghadapi musuh-musuh agama."Ya Allah, saya mohon perlindungan dengan kemuliaanMu, tiada Tuhan melainkan Engkau, kalau sampai Engkau menyesatkan diriku. Engkau Maha Hidup yang tidak akan mati, sedangkan semua jin dan manusia pasti mati." (Muttafaq 'alaih) Hadis di atas itu menurut lafaz Imam Muslim dan diringkaskan dalam lafaz Imam Bukhari.

76. Ketiga: Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma pula, katanya: "Lafaz: Hasbunallah wa ni'mal wakil, artinya: Cukuplah Allah itu sebagai penolong kita dan Dra adalah sebaik- baiknya yang diserahi, itu pernah diucapkan oleh Ibrahim a.s. ketika beliau dilemparkan ke dalam api, Juga pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ketika orang-orang sama berkata: "Sesungguhnya orang-orang banyak telah berkumpul-bersatu-untuk memerangi engkau,maka takutilah mereka itu," tetapi ucapan sedemikian itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang beriman melainkan keimanan belaka dan mereka berkata: Hasbunallah wa ni'mal wakil. (Riwayat Bukhari) Dalam riwayat Bukhari pula dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma disebutkan: Ucapan Nabi Ibrahim yang terakhir sekali ketika beliau dilemparkan ke dalam api yaitu: Hasbiallah wa ni'mal wakil artinya: "Cukuplah Allah itu sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baiknya yang diserahi."

77. Keempat: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Masuklah ke dalam syurga itu para kaum yang hatinya seperti hati burung." (Riwayat Muslim) Artinya kata-kata di atas itu disebutkan: Bahwasanya mereka itu sama bertawakkal. Juga dapatdiartikan: bahwasanya hati mereka itu lemah lembut.

78. Kelima: Dari Jabir r.a. bahwasanya ia berperang bersama Nabi s.a.w. di daerah dekat Najad - yakni perang Dzatur Riqa'. Setelah Rasulullah s.a.w. kembali - dari perjalanannya – iapun kembali pula beserta mereka, kemudian mereka sama memperoleh tidur siang dalam suatu lembah yang banyak pohon durinya. Rasulullah s.a.w. turun dan orang-orang lainpun sama berteduh di bawah pohon. Rasulullah s.a.w. itu turun di bawah pohon samurah kemudian menggantungkan pedangnya di situ. Kita semua tidur, tiba-tiba Rasulullah s.a.w. memanggil-manggil kita dan di sisinya ada seorang A'rab - orang Arab dari pegunungan, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Orang ini telah mengacungkan pedangku padaku, sedang saya tidur tadi, kemudian saya bangun, sedangkan pedang itu terhunus di tangannya, ia berkata: "Siapakah yang dapat menghalang- halangi engkau dari perbuatanku ini?" Saya menjawab: "Allah" sampai tiga kali. Tetapi beliau s.a.w. tidak menghukum orang - yang akan membunuhnya - tadi dan beliaupun duduklah. (Muttafaq 'aiaih) Dalam sebuah riwayat lagi disebutkan: Jabir berkata: "Kita semua bersama-sama Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Dzatur Riqa', kemudian datanglah kita pada pohon yang rindang - nyaman digunakan sebagai tempat berteduh - pohon itu kita biarkan untuk digunakan oleh Rasulullah s.a.w., kemudian datanglah seseorang lelaki dari golongan kaum musyrikin sedangkan pedang Rasulullah s.a.w. digantungkan pada pohon tersebut. Orang itu menghunus pedangnya lalu berkata: "Adakah engkau takut padaku?" Rasulullah s.a.w. menjawab: "Tidak." Orang itu berkata lagi: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini." Beliau s.a.w. menjawab: "Allah." Disebutkan pula dalam riwayat lainnya lagi yaitu riwayat Abu Bakar al-lsma'ili dalam kitab shahihnya demikian: Orang itu berkata: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini." Beliau s.a.w. bersabda: "Allah," kemudian jatuhlah pedang itu dari tangannya. Selanjutnya pedang itu diambil oleh Rasulullah s.a.w., lalu bersabda: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari padaku ini?" Orang tadi berkata: "Jadilah engkau - hai Muhammad -sebaik-baiknya orang yang dimintai perlindungan." Rasulullah s.a.w. bersabda pula: "Sukakah engkau menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya saya ini utusan Allah?" Ia menjawab: "Tidak suka aku demikian, tetapi saya berjanji padamu bahwa saya tidak akan memerangi lagi padamu dan tidak pula akan menyertai kaum yang memerangi engkau." Oleh Rasulullah s.a.w. orang tersebut dilepaskan jalannya -dibebaskan, kemudian ia mendatangi sahabat-sahabatnya lalu berkata: "Saya telah datang padamu sekalian ini dari sisi sebaik-baik manusia - yang dimaksud ialah baharudatang dari Nabi Muhammad s.a.w. Sabda Nabi s.a.w.: Ikhtarathas saifa, artinya mengacungkan pedang dalam keadaan terhunus dan Wa huwa fi yadihi shaltan, artinya: pedang itu di tangannya sudah terhunus. Lafaz shaltan itu boleh difathahkan shadnya dan boleh pula didhammahkan.

79. Keenam: Dari Umar r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata engkau sekalian itu suka bertawakkal kepada Allah dengan sebenar- benarnya tawakkal, niscayalah Dia akan memberikan rezeki padamu sekalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pagi-pagi burung-burung berperut kosong dan sore- sore kembali dengan perut penuh berisi. Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Adapun makna Hadis itu ialah bahwa burung-burung itu pada permulaan hari siang, yakni mulai pagi harinya sama pergi dalam keadaan khimash, artinya kosong perutnya, sebab lapar, sedangkan pada akhir siang, yakni pada sore harinya sama kembali dalam keadaan bithaan, artinya perutnya penuh sebab kenyang. Inilah tanda tawakkalnya burung pada Allah.

80. Ketujuh: Dari Abu 'Umarah, yaitu Albara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Fulan, jikalau engkau bertempat di tempat tidurmu - maksudnya jikalau hendak tidur - maka katakanlah - doa yang artinya: "Ya Allah, saya menyerahkan diriku padaMu, saya menghadapkan mukaku padaMu, saya menyerahkan urusanku padaMu, saya menempatkan punggungku padaMu, karena loba akan pahalaMu dan takut siksaMu, tiada tempat bersembunyi dan tiada pula tempat keselamatan kecuali kepadaMu. Saya beriman kepada kitab yang Engkau turunkan serta kepada Nabi yang Engkau rasulkan. Sesungguhnya engkau - hai Fulan, jikalau engkau mati pada malam harimu itu, maka engkau akan mati menetapi kefithrahan - agama Islam -dan jikalau engkau masih dapat berpagi-pagi, - masih tetap hidup sampai pagi harinya, maka engkau dapat memperoleh kebaikan." (Muttafaq 'alaih) Disebutkan pula dalam kedua kitab shahih - Bukhari dan Muslim, dari Albara', katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda kepada-ku: "Jikalau engkau mendatangi tempat pembaringanmu - maksudnya hendak tidur, maka berwudhu'lah sebagaimana berwudhu'mu untuk bersembahyang, kemudian berbaringlah atas lambung kananmu, kemudian ucapkanlah......." Lalu diuraikannya sebagaimana yang tertera di atas, selanjutnya pada penutupnya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jadikanlah ucapan tersebut di atas itu sebagai penghabisan sesuatu yang engkau ucapkan - maksudnya sehabis berdoa di atas, jangan lagi berkata yang lain-lain."

81. Kedelapan: Dari Abu Bakar ash-Shiddiq, yaitu Abdullah bin Usman bin 'Amir bin 'Amr bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Luai bin Ghalibal-Qurasyi at- Taimi r.a., ia dan ayahnya, juga ibunya semuanya adalah termasuk golongan para sahabat radhiallahu 'anhum, katanya: "Saya melihat pada kaki kaum musyrikin sedang kita berada dalam guha dan orang-orang tersebut tepat di atas kepala kita, lalu saya berkata: "Ya Rasulullah, andaikata seorang dari mereka itu melihat ke bawah kakinya, pasti mereka akan dapat melihat tempat kita ini." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Apakah yang engkau sangka itu, hai Abu Bakar bahwa kita ini hanya berdua saja. Allah adalah yang ketiga dari kita ini - maksudnya senantiasa melindungi kita." (Muttafaq 'alaih)

82. Kesembilan: Dari Ummul Mu'minin Ummu Salamah dan namanya sendiri adalah Hindun binti Abu Umayyahyaitu Hudzaifah al-Makhzumiyah radhiallahu 'anha bahwasanya Nabi s.a.w. itu apabila keluar dari rumahnya, bersabda - yang artinya: "Dengan menyebut nama Allah, saya bertawakkal kepada Allah." Ya Allah, sesungguhnya saya mohon perlindungan kepadaMu kalau-kalau saya sampai tersesat atau disesatkan, tergelincir - dari kebenaran - atau digelincirkan, menganiaya atau dianiaya, menjadi bodoh - tidak mengerti sesuatu - ataupun dianggap bodoh oleh orang lain atas diriku." Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Termidzi dan lain-lainnya dengan sanad-sanad yang shahih. Termidzi berkata bahwa ini adalah Hadis hasan shahih. Hadis di atas adalah menurut lafaznya Imam Abu Dawud.

83. Kesepuluh: Dari Anas r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengucapkan, yakni ketika keluar dari rumahnya: Bismillah, tawakkaltu 'alallah wala haula wala quwwata illabitlah - artinya: Dengan menyebut nama Allah, saya bertawakkal kepada Allah dan tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah, maka kepada orang itu dikatakanlah: "Engkau telah diberi petunjuk, telah pula dicukupi keperluanmu, jika telah drberi penjagaan. Syaitanpun menyingkirlah dari orang tersebut." Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Termidzi dan Nasa'i serta lain-lainnya. Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan. Abu Dawud menambahkan lalu berkata: "Bahwa syaitan yang satu berkata kepada syaitan lainnya: "Bagaimana engkau dapat menggoda orang yang telah diberi petunjuk telah dicukupi dan telah pula diberi penjagaan."

84. Kesebelas: Dari Anas r.a., katanya: "Ada dua orang bersaudara pada zaman Nabi s.a.w. salah seorang dari keduanya itu datang kepada Nabi s.a.w., yang lainnya lagi bekerja. Orang yang bekerja ini mengadu kepada Nabi s.a.w. mengenai saudaranya -yang menganggur itu - lalu beliau s.a.w. bersabda: "Barangkali engkau diberi rezeki - oleh Allah - itu adalah dengan sebab adanya saudaramu - yang engkau beri pertolongan makan dan lain-lain itu." Diriwayatkan oleh Termidzi dengan isnad shahih atas syarat Muslim.


Bab 8
Bertindak Lurus

Allah Ta'ala berfirman: "Maka bertindak luruslah engkau sebagaimana engkau diperintahkan." (Hud: 112) Allah Ta'ala berfirman pula: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan kita semua, kemudian mereka itu bertindak lurus - berpendirian teguh, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka - dan berkata: "fangan engkau semua takut dan jangan pula berdukacita dan terimalah berita gembira memperoleh syurga yang telah dijanjikan kepadamu semua. "Kami - Allah - menjadi pelindungmu semua dalam kehidupan dunia dan pada hari kemudian. Di situ engkau semua memperoleh apa-apa yang menjadi keinginan hatimu dan di situ pula engkau semua mendapatkan apa saja yang engkau semua minta. "Hidangan dari Tuhan yang Maba Pengampun dan Penyayang." (Fushshilat: 30-32) Allah Ta'ala berfirman lagi: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan kita semua, kemudian mereka bertindak lurus - berpendirian teguh dalam kebenaran - maka mereka tidak akan merasa takut dan tidak akan merasa berdukacita. "Merekalah yang dapat menempati syurga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan dari apa-apa yang mereka lakukan." (al-Ahqaf: 13-14)

85. Dari Abu 'Amr, ada yang mengatakan namanya Abu 'Amrah, Sufyan bin Abdullah r.a., katanya: "Saya bertanya: Ya Rasulullah, katakanlah padaku dalam Islam tentang suatu ucapan yang saya tidak akan menanyakan lagi pada seseorang selain Tuan." Rasulullah s.a.w. bersabda: "Katakanlah, saya beriman kepada Allah kemudtan bertindak luruslah* - berpegang teguhlah pada kebenaran." (Riwayat Muslim) Maksudnya bertindak lurus itu ialah: Kalau kita telah mengaku beriman pada Allah, hendaklah kita jangan segan berlaku yang benar dan jujur, misalnya benar-benar memperjuangkan cita-cita Islam. Maka jangan hanya menamakan dirinya itu seorang Islam sekedar hanya pengakuan kosong belaka, tetapi berlakulah yang benar sebagai seorang Muslim.

86. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersengajalah secara sederhana - tidak sangat muluk-muluk ataupun teledor - dan bertindak luruslah, juga ketahuilah bahwasanya tidak seseorangpun yang dapat selamat karena amalnya." Para sahabat bertanya: "Sekalipun Tuan sendiri juga tidak - dapat diselamatkan oleh amalnya - ya Rasulullah." Beliau s.a.w. menjawab: "Sayapun tidak dapat, kecuali jikalau Allah menutupi diriku -memberikan karunia padaku - dengan kerahmatan daripadaNya serta dengan keutamaanNya." (Riwayat Muslim) Para ulama berkata: Makna istiqamah, yaitu tetap taat kepada Allah Ta'ala. Mereka mengatakan bahwa istiqamah itu adalah termasuk dari golongan jawami'ul kalim - yakni sedikit kata-katanya tetapi luas pengertiannya - dan istiqamah itulah yang merupakan kenizhaman segala perkara. Wa billahit taufik.


Bab 9
Memikir-mikirkan Keagungan Makhluk-makhluk Allah Ta'ala Dan Rusaknya Dunia Dan Kesukaran-kesukaran Di Akhirat Dan Perkara Yang Lain-lain DiDunia Dan Akhirat Serta Keteledoran Jiwa, Juga Mendidiknya Dan Mengajaknya Untuk Bersikap Istiqamah

Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: Hanyasanya aku hendak menasihati kepadamu sekalian perkara satu saja, yaitu supaya engkau sekalian berdiri di hadapan Allah berdua-duaan atau sendiri-sendiri, kemudian engkau sekalian memikirkan bahwa bukanlah kawanmu itu terkena penyak'it gila. Tidaklah kawanmu itu melainkan seorang yang memberikan peringatan kepadamu sekalian sebetum datangnya siksa yang amat sangat." (Saba': 46). Allah Ta'ala berfirman pula: "Sesungguhnya dalam kejadian langit dan bumi serta bersilih, gantinya malam dengan siang itu adalah tanda-tanda - kekuasaan Allah - bagi orang-orang yang suka berfikir. "Mereka itu ialah orang-orang yang selalu berzikir kepada Allah ketika berdiri, duduk ataupun berbaring sambil memikirkan kejadian langit dan bumi. Mereka berkata: "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya tidaklah Engkau menjadikan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami dari siksa api neraka." Sampai ayat-ayat seterusnya. (ali-lmran: 190-191). Allah Ta'ala berfirman lagi: "Apakah mereka tidak melihat - memperhatikan - pada unta, bagaimana ia diciptakan? "Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? "Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan? "Dan juga bumi, bagaimana ia dikembangkan? "Maka dari itu berikanlah peringatan, karena engkau itu hanyalah seorang yang bertugas memberi peringatan." (al-Ghasyiyah: 17-21) Allah Ta'ala juga berfirman: "Apakah mereka tidak hendak berjalan di muka bumi, lalu melihat - memperhatikan - bagaimana akibat orang-orang yang belum mereka? Allah telah membinasakan mereka itu dan keadaan yang seperti itu pula untuk orang-orang kafir?" (Muhammad: 10) Ayat-ayat mengenai bab ini amat banyak sekali. Setengah dari Hadis-hadis yang berhubungan dengan bab ini ialah Hadis di muka, yaitu: "Orang yang cerdik - berakal - ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya." Dan seterusnya. Adapun lengkapnya Hadis di atas ialah: Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Orang yang cerdik - berakal - ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan atas Allah - yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa beramal shalih." Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.

DAFTAR ISI : 1 - 10 - 20 - 30 - 40 - 50 - 60 - 70 - 80 - 90 - 100 - 110 - 120 - 130 - 140 - 150 - 160 - 170 - 180 - 190 - 200 - 210 - 220 - 230 - 240- 250- 260- 270- 280- 290- 300- 310- 320- 330- 340- 350- 360- 370-