Saiful Ma'ruf

Bab 270 Haramnya Hasad - Dengki - Yaitu Mengharapkan Lenyapnya Sesuatu Kenikmatan Dari Pemiliknya, Baikpun Yang Berupa Kenikmatan Urusan Agama Atau Urusan Keduniaan
Bab 271 Larangan Menyelidiki Kesalahan Orang Serta Mendengarkan Pada Pembicaraan Yang Orang Ini Benci Kalau la Mendengarnya
Bab 272 Larangan Mempunyai Prasangka Buruk Kepada Kaum Muslimin Yang Tanpa Adanya Dharurat
Bab 273 Haramnya Menghinakan Seorang Muslim
Bab 274 Larangan Menampakkan Rasa Gembira Karena Adanya Bencana Yang Mengenai Seorang Muslim
Bab 275 Haramnya Menodai Nasab — Keturunan — Yang Terang Menurut Zahirnya Syara'
Bab 276 Larangan Mengelabui Dan Menipu
Bab 277 Haramnya Bercidera — Tidak Menepati Janji
Bab 278 Larangan Mengundat-undat — Yakni Membangkit-bangkitkan Sesuatu Pemberian Dan Sebagainya
Bab 279 Larangan Berbangga Diri Dan Melanggar Aturan


Bab 270
Haramnya Hasad / Dengki

Yaitu Mengharapkan Lenyapnya Sesuatu Kenikmatan Dari Pemiliknya, Baikpun Yang Berupa Kenikmatan Urusan Agama Atau Urusan Keduniaan
Allah Ta'ala berfirman: "Apakah mereka - yakni orang-orang yang terkena laknat - itu mendengki - atau iri hati - kepada orang-orang lain karena keutamaan - yakni karunia - yakni diberikan Allah kepada mereka ini?" (an-Nisa': 54) Dalam bab ini termasuk pulalah Haditsnya Anas r.a., yang lalu dalam bab sebelum ini - lihat Hadits no. 1564.

1566. Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua pada sifat dengki - iri hati, sebab sesungguhnya dengki itu dapat makan - yakni menghabiskan - kebaikan-kebaikan sebagaimana api makan kayu bakar" atau sabdanya: "makan rumput." (Riwayat Abu Dawud) Keterangan: Seseorang yang tidak gembira kalau saudaranya mendapatkan sesuatu, sedangkan ia sendiri akan gembira kalau mem-perolehnya, maka orang yang sedemikian ini disebut orang dengki. Menurut Imam Ghazali kedengkian itu ada tiga macam, yaitu:
(a) Menginginkan agar kenikmatan orang lain itu hilang dan ia dapat menggantikannya.
(b) Menginginkan agar kenikmatan orang lain itu hilang, se- kalipun ia tidak dapat menggantikannya, baik karena merasa mustahil bahwa dirinya akan dapat menggantikannya atau memang kurang senang memperolehinya atau sebab Iain-Iain. Pokoknya asal orang itu jatuh, ia gembira. Ini adalah lebih jahat dari kedengkian yang pertama.
(c) Tidak ingin kalau kenikmatan orang lain itu hilang, tetapi ia benci kalau orang itu akan melebihi kenikmatan yang dimilikinya sendiri. Inipun terlarang, sebab jelas tidak ridha dengan apa-apa yang telah dibagikan oleh Allah. Ada suatu sifat lain yang bentuknya seolah-olah seperti dengki, tetapi samasekali bukan termasuk kedengkian, bukan pula suatu sifat yang buruk dan jahat, sebaliknya malahan merupakan sifat utama dan terpuji. Apakah itu? Sifat itu dinamakan ghibthah. Marilah kita selidiki apa makna ghibthah itu?. Ghibthah ialah suatu kesadaran atau suatu keinsafan yang tumbuh dari akal fikiran manusia yang berjiwa besar dan luhur. la sadar dan insaf akan kekurangan atau kemunduran yang ada di dalam dirinya, kemudian setelah menyadari dan menginsafi hal itu, lalu ia bekerja keras, berusaha mati-matian agar dapat sampai kepada apa-apa yang telah dapat dicapai kawannya, tanpa disertai kedengkian dan iri hati. Sekalipun ia menginginkan mendapatkan apa yang telah didapatkan oleh orang lain, namun hatinya tetapi bersih, sedikitpun tidak mengharapkan agar kenikmatan orang lain lenyap atau hilang daripadanya. Manusia yang bersifat ghibthah senantiasa menginginkan petunjuk dan nasihat, bagaimana dan jalan apa yang wajib ditempuhnya untuk menuju cita-citanya itu. Jadi ghibthah bukan sekali-kali dapat disamakan dengan dengki. Seseorang yang luhur budi, tidak berjiwa kintel yang dapat memiliki sifat ini. Ringkasnya apabila ia mengetahui sesuatu yang berupa kenikmatan dan kebaikan apapun yang ada dalam peribadi orang lain, ia tidak hanya terus berangan-angan kosong tanpa berusaha dan tidak pula mendengki orangnya, juga tidak mengharapkan lenyapnya kenikmatan atau kebaikan tadi daripadanya, baik dengan maksud supaya kenikmatan itu berpindah kepada dirinya sendiri atau tidak. Sebaliknya ia makin menggiatkan usaha untuk mencapainya, bahkan kalau dapat melebihi adalah lebih baik lagi. la ingin memperoleh ketinggian sebagaimana orang lain yang dilihatnyapun belum puas sehingga berada di atasnya, belum rela hatinya sehingga yang diperolehnya itu adalah kenikmatan yang lebih tinggi nilainya. Ini bukan bersaing, sebab jalan yang dilaluinya adalah wajar. Misalkan seorang pedagang, ia tidak merusak harga pasaran pada umumnya, tidak pula mengahasut pembeli dengan mengatakan bahwa barang yang dijual oleh orang lain itu berkwalitet jelek atau barang palsu atau dengan menempuh jalan yang tidak terhormat menurut ukuran masyarakat yang sopan. Jadi keuntungan yang didapatkan adalah wajar dan cara memperolehnya pun wajar pula. Kalaupun hal semacam di atas ada sebagian orang yang menyebutkan bersaing, tetapi persaingan itu adalah sihat, bukan persaingan secara akal bulus. Dari uraian di atas, kita dapat mengerti bahwa manakala dengki itu hanya dimiliki oleh manusia yang berjiwa rendah dan mendorongnya untuk berangan-angan kosong untuk mendapatkan kenikmatan yang dimiliki orang lain, tetapi ghibthah malahan sebaliknya itu, sebab ghibthah inilah pendorong utama untuk beramal dan berusaha agar mendapat kebaikan dan kenikmatan yang diidam-idamkan, samasekali tidak disertai rasa ingin melakukan sesuatu keburukan apapun pada orang lain, la ingin sama-sama hidup dan bekerjasama secara sebaik-baiknya. Jadi perbedaan antara kedua macam sifat dan akhlak itu jauh sekali, sejauh antara jarak langit dengan bumi. Dengki adalah tercela dan pendengki adalah sangat terkutuk, sedangkan ghibthah adalah terpuji dan pengghibthah adalah sangat terhormat.


Bab 271
Larangan Menyelidiki Kesalahan Orang Serta Mendengarkan Pada Pembicaraan Yang Orang Ini Benci Kalau la Mendengarnya

Allah Ta'ala berfirman: "Janganlah engkau semua saling selidik-menyelidiki - yakni uemata-matai kesaiahan orang lain," (al-Hujurat: 12) Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka lakukan, maka orang-orang yang menyakiti itu menanggung kebohongan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58)

1567. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah engkau semua kepada persangkaan, sebab sesungguhnya persangkaan itu adalah sedusta-dustanya percakapan. Janganlah engkau semua berusaha mengetahui keburukan orang lain, jangan pula menyelidiki - yakni memata-matai - cela orang lain, jangan pula engkau semua berlomba - memiliki sendiri akan sesuatu dan mengharapkan jangan sampai orang lain memiliki seperti itu, juga janganlah engkau semua saling dengki-mendengki, saling benci-membenci, belakang-membelakangi - yakni tidak sapa menyapa - danjadilah engkau semua, hai hamba Allah sebagai saudara-saudara, sebagaimana Allah memerintahkan hal itu kepadamu semua. Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim yang lain, janganlah ia menganiaya saudaranya, jangan menghinakannya dan jangan menganggapnya remeh - yakni tidak berharga. Ketaqwaan itu di sini, ketaqwaan itu di sini letaknya," dan beliau s.a.w. menunjuk ke arah dadanya. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Cukuplah seseorang itu memperoleh kejelekan, jikalau ia merendahkan diri saudaranya sesama Muslimnya. Setiap Muslim itu atas orang Muslim lain haramlah darahnya, kehormatannya serta hartanya. Sesungguhnya Allah itu tidak melihat kepada tubuh-tubuhmu semua, tidak pula kepada rupa-rupamu semua dan juga tidak melihat kepada amalan- amalanmu semua, tetapi Allah itu melihat - yakni memperhatikan - kepada isi hatimu semua." Dalam riwayat lain disebutkan: "Janganlah engkau semua dengki- mendengki, belakang membeiakangi, berusaha menge-tahui keburukan orang lain, menyelidiki cela orang lain dan janganlah engkau semua saling icuh- mengicuh dan jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah sebagai saudara- saudara." Dalam riwayat lain lagi disebutkan: "Janganlah saling putus-memutuskan - ikatan persahabatan atau kekeluargaan, jangan pula belakang-membelakangi, benci-membenci, dengki- mendengki dan jadilah engkau semua, hai hamba-hamba Allah sebagai saudara-saudara." Dalam riwayat lain lagi juga disebutkan: "Dan janganlah engkau semua saling diam-mendiamkan - tidak suka memulai mengucapkan salam dan tidak pula suka menghormat dengan pembicaraan-dan jangan pula setengah dari engkau semua ada yang menjual atas jualannya orang lain." Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan semua riwayat-riwayat yang tercantum di atas itu dan Imam Bukhari juga meriwayatkan sebagian banyak daripadanya. Keterangan: Icuh-mengicuh artinya mengatakan pada seseorang dengan harga tinggi, mengatakan telah menawar sekian tidak dapat perlunya hanya ingin menjerumuskan orang lain itu agar suka membeli dengan harga tinggi, sedang ia sendiri dapat janji keuntungan dari orang yang menjualnya. Adapun artinya menjual atas jualannya orang lain ialah misalnya pedagang yang berkata kepada pembeli: "Jangan jadi beli di sana itu, saya punya seperti barang itu dan harganya murah serta mutunya tinggi."

1568. Dari Mu'awiyah r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:"Sesungguhnya engkau itu apabila mengikuti - yakni mengamat-amati - cela-celanya kaum Muslimin, maka engkau akan dapat merusakkan mereka atau hampir-hampir engkau akan dapat menyebabkan kerusakan mereka." Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad yang baik.

1569. Dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwasanya ia didatangi oleh kawan-kawannya dengan membawa seorang lelaki. Kepadanya dikatakan: "Ini adalah si Fulan yang janggutnya meneteskan arak." Ibnu Mas'ud lalu berkata: "Sesungguhnya kita semua itu dilarang untuk memata-matai, tetapi jikalau ada sesuatu bukti yang nyata untuk kita gunakan sebagai pegangan, maka kita akan meneterapkan hukuman padanya." Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad menurut syaratnya Imam-imam Bukhari dan Muslim.


Bab 272
Larangan Mempunyai Prasangka Buruk Kepada Kaum Muslimin Yang Tanpa Adanya Dharurat


Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, jauhilah sebagian banyak dari prasangka itur sebab sesungguhnya sebagian dan prasangka itu adalah dosa." (a!-Hujurat: 12)

1570. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Takutlah olehmu semua akan prasangka, sebab sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan." (Muttafaq 'alaih)


Bab 273
Haramnya Menghinakan Seorang Muslim

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, janganiah sesuatu kaum itu menghinakan kaum yang lain, karena barangkali kaum yang dihinakan itu lebih balk daripada yang menghinakan. Jangan pula golongan wanita yang satu itu menghinakan golongan wanita yang lain, karena barangkali golongan yang di-hinakan itu lebih baik daripada golongan yang menghinakan. Janganlah pula engkau semua mencela pada sesamamu dan janganlah memanggilkan dengan gelaran - yang mengandung ejekan. Jahat sekali nama yang buruk itu sesudah adanya keimanan. Barangsiapa yang tidak suka bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang menganiaya." (al-Hujurat: 11). Allah Ta'ala berfirman pula: "Celaka - atau neraka wail - bagi setiap orang yang suka mengumpat serta menista." (al-Humazah: 1)

1571. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Cukuplah seseorang itu memperoleh kejelekan apabila ia menghinakan saudaranya sesama Muslim." Diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits ini sudah lampau uraiannya secara panjang baru-baru ini - lihat Hadits no. 1567.

1572. Dari Ibnu Mas'ud r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Tidak dapat masuk syurga seseorang yang dalam hatinya ada seberat timbangan seekor semut kecil dari kesombongan." Kemudian ada seorang lelaki berkata: "Sesungguhnya ada seorang lelaki yang gemar sekali kalau pakaiannya bagus dan terumpahnya bagus." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, juga mencintai keindahan. Sombong itu ialah menolak petunjuk yang hak - yakni kebenaran - serta menghinakan para manusia. (Riwayat Muslim) Makna Batharul haqqi ialah menolak kebenaran, sedang "Ghamthubum" ialah menghinakan mereka, yakni para manusia. Uraian Hadits ini sudah lalu yang lebih jelas, yakni dalam bab- Kesombongan.

1573. Dari Jundub bin Abdullah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w bersabda: "Ada seorang lelaki berkata: "Demi Allah, Allah tidak akan memberikan pengampunan kepada si Fulan itu." Allah azzawajalla lalu bersabda: "Siapakah yang berani menyumpah-nyumpah atas namaKu bahwa Aku tidak akan mengampuni si Fulan itu sesungguhnya aku telah mengampuni orang itu dan Aku menghapuskan pahala amalanmu - yakni yang bersumpah tadi." (Riwayat Muslim)


Bab 274
Larangan Menampakkan Rasa Gembira Karena Adanya Bencana Yang Mengenai Seorang Muslim

Allah Ta'ala berfirman: 'Bahwasanya kaum mu'minin itu adalah sebagai orang-orang yang sesaudara.' (al-Hujurat: 10). Allah Ta'ala juga berfirman:"Sesungguhnya orang-orang yang senang kalau perbuatan keji tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, maka orang-orang yang sedemikian itu akan memperoleh siksa yang pedih di dunia dan di akhirat." (an-Nur: 19)

1574. Dari Watsilah bin al-Asqa' r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau gembira karena adanya sesuatu bencana pada saudaramu - sesama Muslim, sebab jikalau engkau demikian, maka Allah akan memberikan kerahmatan kepada saudaramu itu sedang engkau sendiri akan diberi cobaan - yakni bala' - olehNya."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadits Hasan. Dalam bab ini termasuk pula Haditsnya Abu Hurairah yang lalu -lihat Hadits no.1567 - dalam bab Menyelidiki cela orang lain, yaitu: "Setiap orang Muslim atas orang Muslim itu haram," sampai akhirnya Hadits itu.


Bab 275
Haramnya Menodai Nasab — Keturunan — Yang Terang Menurut Zahirnya Syara'

Allah Ta'ala berfirman:"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka perbuat, maka orang-orang yang menyakiti itu benar-benar telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata." (al- Ahzab: 58)

1575. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada dua perkara di kalangan para manusia yang keduanya itu menyebabkan kekafiran pada mereka - jika dikerjakan dengan sengaja dan mengetahui akan keharamannya, yaitu: menodai ke-turunan dan menangisi dengan suara keras-keras kepada mayat." (Riwayat Muslim)


Bab 276
Larangan Mengelabui Dan Menipu

Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang beriman, lelaki atau perempuan, tanpa adanya sesuatu yang mereka perbuat, maka orang-orang yang menyakiti itu benar-benar telah menanggung kedustaan dan dosa yang nyata." (al-Ahzab: 58).

1576. Dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengangkat senjata - yakni memerangi -kepada kita, maka ia bukanlah termasuk golongan kita - kaum Muslimin - dan barangsiapa yang mengelabui - atau menipu - pada kita, maka iapun bukan termasuk golongan kita." (Riwayat Muslim) Dalam riwayat lain dari Imam Muslim disebutkan bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui penjual setumpuk bahan makan, lalu beliau s.a.w. memasukkan tangannya ke dalam makanan itu, kemudiari jari-jarinya terkena basah. Beliau lalu bersabda: "Apakah ini, hai pemilik makanan." Pemiliknya itu menjawab: "Itu tadi terkena air hujan, ya Rasulullah." Beliau bersabda lagi: "Mengapa yang terkena air itu tidak engkau letakkan di bagian atas makanan ini, sehingga orang-orang dapat mengetahuinya. Barangsiapa yang mengelabui - atau menipu - kita, maka ia bukanlah termasuk golongan kita - kaum Muslimin."

1577. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling icuh-mengicuh." (Muttafaq 'alaih) Arti icuh-mengicuh lihatlah Hadits no.1567.

1578. Dari Ibu 'Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Nabi s.a.w. melarang pengicuhan." (Muttafaq 'alaih)

1579. Dari Ibnu'Umar radhiallahu'anhuma pula,katanya: "Ada seorang lelaki yang memberitahukan kepada Rasulullah s.a.w. bahwasanya ia ditipu oleh seseorang dalam berjual-beli, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Jikalau engkau membeli - sesuatu dari seseorang, maka katakanlah padanya: "Harus tidak ada penipuan." Maksudnya jikalau terjadi ada penipuan, maka boleh dikembalikan selama waktu tiga hari." Aikhilabah dengan kha' mu'jamah yang dikasrahkan dan ba' yang bertitik satu, artinya ialah penipuan

1580. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang merusakkan isteri seseorang - atau di usahakan supaya isteri orang itu bercerai dari suaminya - atau hamba sahaya seseorang, maka ia bukanlah termasuk golongan kita - kaum Muslimin." (Riwayat Abu Dawud)
Khabbaba dengan kha' mu'jamah lalu ba' muwahhadah yang didobbelkan, artinya merusakkan atau menipunya.


Bab 277
Haramnya Bercidera — Tidak Menepati Janji

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, tepatitah segala perjanjian." (al-Maidah: 1). Allah Ta'ala berfirman pula: "Dan tepatiah perjanjian, karena sesungguhnya perjanjian itu akan ditanyakan." (al-lsra': 34)

1581. Dari Abdullah bin 'Amr bin al-'Ash radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w, bersabda: "Ada empat macam perkara yang apabila kesemuanya ada di dalam diri seseorang, maka orang itu adalah seorang munafik yang murni dan barangsiapa yang di dalam dirinya ada salah satu dari empat macam perkara tadi, maka ia dihinggapi oleh salah satu sifat kemunafikan.sehingga ia meninggalkan sifat tersebut yaitu: apabila ia dipercaya berkhianat, apabila berbicara berdusta, apabila berjanji tidak menepati dan apabila bertengkar melakukan kejahatan." (Muttafaq 'alaih)

1582. Dari Ibnu Mas'ud, Ibnu 'Umar dan Anas radhiallahu 'anhum, berkata: "Nabi s.a.w. bersabda: "Setiap orang yang bercidera - yakni tidak menepati janji - itu akan memperoleh sebuah bendera pada hari kiamat, diucapkan: "Inilah percideraan si Fulan." (Muttafaq 'alaih)

1583. Dari Abu Said al-Khudri r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Setiap orang yang bercidera itu akan memperoleh sebuah bendera pada pantatnya besok pada hari kiamat, bendera itu dinaikkan dan tingginya itu menurut kecideraannya. Ingatlah, tiada seorang penciderapun yang lebih besar dosa cideranya itu pada seorang penguasa umum." (Riwayat Muslim)

1584. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Allah Ta'ala berfirman: "Ada tigaorang yang Aku adalah lawan mereka pada hari kiamat, yaitu seorang yang memberikan perjanjian padaKu, lalu bercidera - perjanjian itu ialah hendak taat padaNya, juga seseorang yang menjual seorang merdeka - dan disiar-siarkan sebagai budak atau hamba sahaya, lalu ia makan wang harganya dan seseorang yang menggunakan tenaga buruh, lalu buruh itu telah memenuhi kewajibannya sebagaimana mestinya, sedang orang itu tidak memberikan upahnya." (Riwayat Bukhari)


Bab 278
Larangan Mengundat-undat — Yakni Membangkit-bangkitkan Sesuatu Pemberian Dan Sebagainya.

Allah Ta'ala berfirman: "Hai sekalian orang-orang yang beriman, janganlah engkau semua membatalkan sedekah-sedekahmu semua - yakni meleburkan pahala sedekah- sedekah itu - dengan sebab mengundat-undat serta berbuat sesuatu yang menyakiti hati - orang yang disedekahi." (al-Baqarah: 264). Allah Ta'ala berfirman pula: "Orang-orang yang menafkahkan harta-hartanya fi-sabilillah -yakni untuk membela agama Allah - dan pemberiannya itu tidak diiringi dengan mengundat-undat serta perbuatan yang menyakiti hati, maka mereka itulah yang memperoleh pahala besar." (al-Baqarah: 262)

1585. Dari Abu Zar r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Ada tiga macam orang yang tidak diajak bicara oleh Allah -dengan pembicaraan keridhaan, tetapi dengan nada kemarahan pada hari kiamat dan tidak pula dilihat olehNya - dengan pandangan keridhaan dan kerahmatan, serta tidak pula disucikan olehNya -yakni dosa-dosanya tidak diampuni - dan mereka itu akan mendapatkan siksa yang menyakitkan sekali." Katanya: "Rasulullah s.a.w. membacakan kalimat di atas itu sampai tiga kali banyaknya." Selanjutnya Abu Zar berkata: "Mereka itu merugi dan menyesal sekali, siapakah mereka itu, ya Rasulullah?" Rasulullah s.a.w. bersabda: "Yaitu orang yang melemberehkan -pakaiannya sampai menyentuh tanah, orang yang mengundat-undat - yakni apabila memberikan sesuatu seperti sedekah dan Iain-Iain lalu menyebutkan kebaikannya kepada orang yang diberi itu dengan maksud mengejek orang tadi - serta orang yang melakukan barangnya -maksudnya membuat barang dagangannya menjadi laku atau terjual - dengan jalan bersumpah dusta - seperti mengatakan barangnya itu baik sekali atau tidak ada duanya lagi." (Riwayat Muslim). Dalam riwayat Imam Muslim lainnya disebutkan: "Almusbilu izarahu" artinya orang yang melemberehkan sarungnya atau pakaiannya dan Iain-Iain sampai lebih bawah dari kedua mata kakinya dengan maksud kesombongan.


Bab 279
Larangan Berbangga Diri Dan Melanggar Aturan

Allah Ta'ala berfirman: "Janganlah engkau melagak-lagak dirimu sendiri sebagai orang suci. Allah lebih mengetahui kepada siapa yang bertaqwa." (an-Najm: 32). Allah Ta'ala juga berfirman: "Bahwasanya ada jalannya untuk menyalahkan orang-orang yang melakukan penganiyaan terhadap para manusia dan melanggar aturan di bumi tiada menurut kebenaran. Mereka itulah yang akan memperoleh siksa yang pedih." (as-Syura: 42)

1586. Dari 'lyadh bin Himar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala telah memberikan wahyu kepadaku supaya engkau semua itu bersikap merendahkan diri, sehingga tidak seorangpun yang melanggar aturan terhadap diri orang lain, dan tidak pula seseorang itu membanggakan dirinya kepada orang lain." (Riwayat Muslim). Ahli lughah berkata: Albaghyu ialah melanggar aturan serta berlagak sombong.

1587. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: Jikalau ada seseorang berkata: "Para manusia sudah rusak binasa," maka orang itu sendirilah yang paling rusak di antara mereka," (Riwayat Muslim). Riwayat yang masyhur berbunyi: Ahlakuhum dengan rafa'nya kaf - sebagaimana di atas itu dan ada yang meriwayatkan dengan nasabnya kaf - lalu berbunyi Ahlakahum artinya ia sendirilah yang merusakkan mereka. Larangan semacam di atas itu adalah untuk orang yang mengatakan sedemikian tadi dengan tujuan keheranan pada diri sendiri - sebab dirinya sendiri yang tidak rusak - juga dengan maksud menganggap kecil semua manusia dan merasa dirinya lebih tinggi di atas mereka. Yang sedemikian ini yang diharamkan. Tetapi ada orang yang mengatakan sebagaimana di atas, yaitu: "Para manusia sudah rusak" dan sebabnya ia mengatakan demikian karena ia melihat adanya kekurangan di kalangan para manusia itu, perihal urusan agama mereka, serta ia mengatakan itu karena merasa sedih atas nasib yang mereka alami, juga merasa kasihan pada agama, maka perkataannya itu tidak ada salahnya. Demikianlah yang ditafsirkan oleh para ulama dan begitulah cara mereka itu memisah-misahkan persoalan ini. Di antara yang mengucapkan seperti ini dari golongan para imam-imam yang alim-alim yaitu Malik bin Anas, al- Khaththabi, al-Humaidi dan Iain-Iain. Hal ini sudah saya terangkan dengan jelas dalam kitab al-Adzkar.

DAFTAR ISI : 1 - 10 - 20 - 30 - 40 - 50 - 60 - 70 - 80 - 90 - 100 - 110 - 120 - 130 - 140 - 150 - 160 - 170 - 180 - 190 - 200 - 210 - 220 - 230 - 240- 250- 260- 270- 280- 290- 300- 310- 320- 330- 340- 350- 360- 370-